Dulu identik untuk kependekan dari Golongan Putih alias mereka yang tak menggunakan hak pilihnya untuk memilih baik Capres dan Cawapres, Caleg maupun Calon Kepala Daerah. Kini istilah Golput bergeser menjadi singkatan dari Golongan Pencari Uang Tunai, alias mereka yang menjual suara atau hak pilihnya untuk Calon Pejabat Publik.
Politik Uang atau money politic sepertinya bukan berkurang apalagi hilang dari sistem perpolitikan di negeri, bahkan semakin masif. Ini dikarenakan ketidakpercayaan warga masyarakat terhadap kredibilitas kebanyakan Pejabat Publik yang mendadak baik di saat menjelang Pemilu, Pilpres maupun Pilkada hingga Pilkades namun seolah menghilang ketika sudah terpilih.
"Bila ada orang yang mendadak baik, patut dicurigai dia adalah seorang Caleg."
Ini anekdot yang sering dilontarkan warganet di berbagai platform media sosial, dan fenomena ini adalah fakta yang tak terbantahkan.
Ada uang, berarti dapat pemilih. Tak ada uang, maupun uangnya sedikit, maka bakal kalah bersaing dengan para pemilik uang banyak yang royal memberi uang lebih banyak berikut pernak pernik seperti kalender, kaos hingga Sembako.
Dalih pemberian uang untuk menyamarkan maupun menghilangkan sebutan politik uang antara lain; sebagai pengganti waktu pemilih yang tersita untuk datang ke TPS sebagai uang bensin ataupun uang transport, atau sebagai pengganti penghasilan karena kehadiran di TPS pada hari pencoblosan.
Pemilu dan Pilpres di 2024 mendatang tampaknya kurang lebih sama dengan Pemilu dan Pilpres sebelumnya; tetap bernuansa politik uang. Dan mereka yang terpilih adalah yang lebih banyak mengeluarkan uang daripada yang tak terpilih. Kalau terdapat yang tak terpilih padahal sudah sangat banyak mengeluarkan uang; orang ini bisa disebut sebagai orang tersial di Pemilu 2024. Tapi sebaliknya jika pun terdapat yang terpilih hanya mengandalkan postingan kampanye di akun pribadi media sosial, bagi-bagi kartu nama dan pasang sedikit baliho; maka inilah orang paling beruntung di Pemilu 2024. ©Jurnalisia™
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.