Viral di dunia maya seorang Legislator dari PDI Perjuangan, Cinta Mega yang merupakan Anggota DPRD DKI Jakarta, tertangkap kamera sedang bermain game di saat Rapat Paripurna, pada pekan lalu.
Banyak warganet yang melayangkan komentar bernuansa menghujat ke arah Cinta Mega yang dianggap sama sekali tak mencerminkan perilaku sebagai seorang Wakil Rakyat yang seharusnya berempati dan bersimpati kepada rakyat yang telah memilih dan diwakilinya.
Bukan bersikap apologis, ataupun membela Cinta Mega, tak membenarkan, pun tak meyalahkannya begitu saja. Kemungkinan Cinta Mega sedang jenuh menunggu rapat selesai yang berlangsung monoton, yang dari rapat ke rapat cuma itu-itu saja materinya.
Dan perlu diingat.
Untuk bisa terpilih dan duduk sebagai Anggota Legislatif itu bukan gratisan, tapi mengeluarkan duit yang tidak sedikit, sehingga seseorang ketika sudah terpilih tak cuma folus memikirkan nasib yang telah memilihnya, tapi fokus untuk mengembalikan modal berikut keuntungannya.
Menurut riset dari Prajna Research Indonesia; Calon Legislator Propinsi harus menyediakan duit setidaknya Rp 500 juta hingga Rp 1 milyar, dan ini akan tergantung di propinsi mana ia minta pilih.
Sudah bukan rahasia, para pemilih baik untuk Pemilu Legislatif, Pilpres, Pilkada hingga level Pilkades sekalipun; hanya mau memilih kalau Calon memberikan berbagai 'bantuan' dari yang berupa duit, Sembako, kaos, kalender maupun pernak pernik lainnya yang bisa menarik simpati dan minat memilih.
Mereka yang terpilih sebagai Pejabat Publik itu kebanyakan dengan sadar sama saja telah membeli jabatannya dari para pemilihnya; inilah yang dikenal dengan istilah Money Politic atau Politik Uang.
Sulit mendapatkan Pejabat Publik yang akan benar-benar berempati dan simpati kepada masyarakat, rakyat jika para pemilih masih saja belum cerdas; yakni dengan menolak praktik politik uang yang transaksional.
Kalau dulu di era Orde Baru dikenal istilah Golput alias Golongan Putih, yakni golongan orang yang tak mau menggunakan hak pilihnya karena tak percaya terhadap partai politik dan politisi, kini istilah tersebut tetap ada, namun diartikan dan ditujukan kepada; Golongan Penerima Uang Tunai.
Nah, siapkah kita semua di Pemilu 2024 mendatang menjadi pemilih cerdas, yang independen dan berdaulat dengan menolak praktik politik uang ? Kalau tidak siapa, maka kita kembali akan mendapatkan Pejabat Publik yang kualitasnya rendah; tidak berempati dan bersimpati kepada persoalan rakyat. Silakan tulis komentar dan pendapat kalian di kolom di bawah ini. ©Jurnalisia™
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.