Perkataan orang itu membuat kepala Amran tambah berdenyut.
Harapannya untuk dapat membebaskan temannya, Amir yang tertangkap karena melakukan penambangan batubara tanpa ijin; semakin tak terjangkau.
Sudah ia duga sebelumnya, pasti sangat mahal untuk dapat mengeluarkan Amir dari tahanan pihak Kepolisian setempat. Informasi yang selama ini Amran dengar dari banyak orang yang terkait dengan bidang pertambangan, adalah benar adanya; ratusan juta untuk bisa membebaskan tersangka penambangan tanpa ijin dari jeratan hukum.
"Nanti akan saya usahakan," ujar Amran dengan suara nyaris tak terdengar kepada orang itu.
Amran sangat galau. Bayangan Amir tetap mendekam di penjara, tak dapat ia tepis dari benaknya. Amran tak berdaya dalam segala hal. Padahal Amir selama ini sudah banyak membantunya dan keluarganya.
"Beberapa minggu lalu H. Fajeri ditangkap pihak kepolisian karena menambang tanpa ijin, tapi cuma beberapa hari saja bisa bebas lagi," ungkap Marwan, seorang kenalan Amran yang dikenal sebagai seorang wartawan lokal.
"Ya, saya tahu itu. Tapi intinya tetap duit," ujar Amran menarik nafas berat.
Setahu Amran selama ini kegiatan penambangan batubara tanpa ijin di daerahnya, seolah dibebaskan. Mereka yang ditangkap silih berganti keluar masuk, namun jarang yang sampai ke pengadilan. Perihal para oknum polisi dan tentara yang ikut jadi beking dan menambang, sudah bukan rahasia lagi di daerahnya.
"Amir temanmu itu cuma sial saja. Belum sempat mendapatkan hasil keburu ditangkap polisi," kata Marwan.
"Aku kira juga begitu. Selama ini sangat banyak yang menambang liar, tapi mereka bisa tetap bebas," sahut Amran.
Yang sangat dirisaukan oleh Amran adalah; Amir yang menjadi tulang punggung keluarganya. Amir tak cuma menangggung anak istrinya, tapi juga orangtua dan beberapa adiknya yang belum berkerja. Dengan ditahan dan akan dipenjaranya Amir, pukulan berat bagi keluarganya.
"Dasar bajingan mereka yang memperjual belikan hukum !" geram Amran.
"Sudahlah, di daerah ini hukum bisa diatur dengan duit. Biar berteriak nyaring sampai suara habis pun, hukum tetap begitu," ujar Marwan berpendapat.
Tak terasa Amir sudah lebih satu minggu ditahan di Rutan Polres setempat. Ia belum disidik oleh polisi. Dibiarkan menggantung. Kemungkinan mereka menunggu ada dari pihak Amir yang bernego dengan mereka, tentunya dengan membawa sejumlah dana.
"Kalau temanmu itu menambang liar tapi hasilnya untuk H. Mahmudin, pasti tak bakal ditahan polisi," cetus Marwan.
Amran cuma diam mendengar perkataan Marwan. Ia tahu, semua orang di daerahnya juga tahu siapa H. Mahmudin, pengusaha yang menguasai penambangan di seluruh daerah.
Nama H. Mahmudin sebagai pengusaha lokal bahkan terkenal ke seantero negeri. Sudah bukan rahasia bila di belakang H. Mahmudin itu banyak oknum petinggi polisi yang membeli kepentingannya.
"Disini tidak ada hukum, yang ada kemauannya H. Mahmudin," kata Marwan.
Perkataan Marwan dibenarkan oleh Amran. Buktinya seorang mitra kerja H. Mahmudin yang menambang secara ilegal, tetap bisa berkerja dengan aman. Bahkan armada angkutannya pun menggunakan jalan umum membawa batubara. Padahal Peraturan Daerah jelas-jelas sudah melarang.
"Itu yang menambang liar jelas-jelas nyata, tak ditangkap polisi. Truk angkutannya malahan lewat di depan kantor polisi dengan bebasnya," kata Amran dengan wajah mengeras.
"Untuk kepentingan H. Mahmudin, apapun akan dilakukan oleh oknum pihak kepolisian meski dicibir dan dihujat oleh banyak orang. Wartawan pun jadi berhati-hati memberitakan jika terkait H. Mahmudin," sahut Marwan.
Kriiiiing........, ponsel Amran berdering. Ternyata Amir yang menelpon dari tempat tahanannya.
"Tolong carikan aku seorang pengacara. Aku sudah bicara sama istriku, nanti ambil dananya ke dia," pinta Amir.
"Ya, pasti aku carikan," sahut Amran.
"Kalau tidak bisa bebas murni, paling tidak aku bisa minta penangguhan penahanan melalui pengacara," kata Amir. ©ISP
*Kesamaan nama, tempat, karakter, dan kejadian hanyalah kebetulan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.