Editorial | Jalan Longsor Dampak Tambang, 'Napa Habar' ? - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Minggu, 09 Oktober 2022

    Editorial | Jalan Longsor Dampak Tambang, 'Napa Habar' ?

    Jurnalisia,
    "Jalan rusak, yang mereka salahkan adalah Bupati, tapi kami terima saja. Ini kesalahpahaman, karena mereka tidak tahu," ungkap Bupati Tanah Bumbu, dr. Zairullah Azhar beberapa waktu lalu saat ditanya media ini terkait banyaknya kerusakan jalan nasional propinsi di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu.

    Ungkapan Bupati Tanah Bumbu itu kalau ditelusuri dan dilihat dari sisi kewenangan; ada benarnya. Jalan nasional maupun jalan propinsi kewenangan penanganannya bukan berada di kabupaten.

    Jalan propinsi penangannya oleh Pemerintah Propinsi, begitupun jalan nasional yang ditangani oleh Pemerintah Pusat melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) terkecuali jalan-jalan yang dibangun dengan menggunakan APBD Kabupaten, Dana Alokasi Khusus, Dana Insentif Daerah dan lainnya.

    Terkait longsornya ruas badan jalan di Km 171 Desa Satui Barat, dikutip dari Antara, Kepala BPJN Banjarmasin, Syauqi Kamal mengungkapkan oleh karena longsornya jalan tersebut bukan karena bencana alam, sehingga tak ada anggaran untuk perbaikan; terkecuali secara jamak dari jalan Trans Kalimantan itu sampai Batulicin, Ibukota Tanah Bumbu sepanjang sekitar 260 kilometer.

    Tak sedikit pihak maupun warga masyarakat yang menuding longsornya badan jalan itu dikarenakan dampak pertambangan yang berada di sekitar ruas badan jalan. Dan lagi-lagi pihak Pemerintah Kabupaten yang terkena tudingan.

    Sejak beberapa tahun lalu kewenangan menerbitkan Ijin Usaha Pertambang (IUP) diambilalih oleh Pemerintah Propinsi yang kemudian diambilalih lagi oleh Pemerintah Pusat, sehingga apapun yang terkait dengan perijinan, aktivitas pertambangan, pengawasan hingga tindakan dan sanksi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. 

    Lalu konpensasi dari hasil aktivitas pertambangan yakni berupa royalti; ini bukan dibayar oleh Pelaku Pertambangan ke Pemerintah Kabupaten tapi langsung ke Pemerintah Pusat yang nantinya akan membaginya ke Pemerintah Propinsi, Daerah Penghasil dan ke Daerah Bukan Penghasil. 

    Kemudian pajak kendaraan bermotor, pajak ini dibayarkan ke Pemerintah Propinsi bukan langsung ke pemerintah setempat pula.

    Bukankah ada Otonomi Daerah ? 
    Betul, ada UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, tapi bukan berarti daerah punya hak secara luas mengatur daerahnya, karena Pemerintah Pusat mengeluarkan sejumlah UU lainnya yang mengatur pelaksanaan UU Otonomi Daerah itu. Ini seperti melepas seekor hewan peliharaan ke luar pagar tapi tetap diberi tali dan ekornya dipegang. 

    Tanpa bermaksud membela daerah kabupaten yang terdapat aktivitas pertambangan, tapi itulah fakta dibaliknya yang kita sangat malas mencari tahu, tapi lebih mudah menyalahkan satu pihak. Namun meski kewenangan ada pada Pemerintah Pusat, seyogianya Pemerintah Daerah bersikap dan bersifat proaktif meminta perhatian Pemerintah Pusat terhadap hasil produk-nya di daerah. (ISP)

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...