ilustrasi : net |
Ketika saya berkerja di satu perusahaan pertambangan batubara di era 1990-an, diadakan medical check terhadap paru-paru para pekerja. Diantara sekian banyak karyawan, sebagian besar yang dinyatakan paru-parunya tidak sehat adalah para karyawan perokok. Tapi tak sedikit juga diantara karyawan yang perokok, ada yang paru-parunya masih bagus, ini mungkin dikarenakan mereka masih belum tergolong perokok berat. Namun yang mencengangkan adalah terdapat diantaranya yang bukan perokok namun paru-parunya rusak. Mereka ini kebanyakan para karyawan yang berkerja di bagian crushing plant yang setiap saat kemungkinan terhirup ash (debu) batubara yang sangat halus.
Rokok Membunuhmu.
Betapapun peringatan terhadap para perokok, tampaknya tak menyurutkan para perokok menghentikan kebiasaannya. Tak sedikit dari para perokok yang berdalih, urusan mati bukan ditentukan oleh berapa sering dan seberapa banyak seseorang mengisap rokok, tapi oleh Tuhan yang memiliki kehidupan.
Saya sendiri rata-rata dalam sehari bisa menghabiskan 3 bungkus rokok yang harga per bungkusnya Rp 22 ribu, yang berarti dalam sehari uang untuk rokok saya sebesar Rp 66 ribu. Jika diratakan sebulan 30 hari, maka uang yang saya habiskan untuk rokok adalah Rp 1.980. 000 ribu per bulan atau nyaris Rp 2 juta per bulan.
Dan perlu diingat, diantara harga rokok Rp 22 ribu per bungkus yang saya isap tersebut terdapat cukai untuk pemasukan ke kas pemerintah yang per batangnya Rp 985. Besar cukai per batang ini bila dikalikan dengan jumlah batang dalam sebungkus rokok, yakni 12 batang, maka Rp 11.820 masuk ke kas pemerintah. Karena saya menghabiskan 3 bungkus rokok per hari, maka saya sudah menyumbang Rp 35.460 per hari. Jika dikalikan jumlah hari dalam satu tahun; 365 x Rp 35.460 = Rp 12.942.900 sumbangan pemasukan yang saya bayar ke kas pemerintah. Bagaimana jika dikalikan dengan jutaan perokok di negeri ini. Maka para perokok termasuk penyumbang terbesar ke kas negara yang pungutannya langsung tanpa mesti dikejar-kejar petugas pajak, dan tak bisa pula mengemplang pajak.
Secara pribadi saya tidak menganjurkan orang untuk mengikuti kebiasaan saya, begitupun kenalan saya yang perokok berat itu sama tak menganjurkannya. Dan kebiasaan apapun bagi seseorang akan berhenti dengan sendirinya menurut kesadaran pribadi, tak mesti ditakut-takuti dengan risiko. Para perokok sama saja halnya dengan para pengguna narkoba, mesti tahu bahaya dan risiko hukumannya, mereka bukan memikirkan itu, tapi merasakan kenikmatan yang diperolehnya. Jadi peringatan Rokok Membunuhmu tak bisa banyak membantu menghentikan para perokok untuk terus mengebulkan asapnya ke udara.
Kebiasaan berbahaya sekalipun bagi pelakunya tak mudah berhenti begitu saja, karena mereka bukan memikirkan risikonya, tapi merasakan hasil kebiasaan yang diperolehnya. (ISP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.