“Anggota polisi saja sudah banyak yang dipecat dan dihukum karena tertangkap memakai narkoba, apalagi kamu !” tuding Sofyan sambil menunjuk ke arah Herman, anak buahnya, wartawan pada perusahaan media yang dipimpinnya.
“Bikin malu saja. Bila masalahmu tak juga bisa diurus dengan Kapolsek, kamu siap-siap dihukum dan dipecat,” suara Sofyan masih meninggi.
Sore tadi Sofyan menerima SMS dari seorang anak buah lainnya bahwa Herman yang ia tempatkan bertugas tetap di satu kota kecamatan, diamankan anggota Polsek setempat. Herman bersama seorang temannya ditangkap di kediamannya, kedapatan sedang mengkonsumsi narkoba jenis Sabu. Begitu bunyi SMS lengkap yang dikirim oleh Roni yang bertugas di kota kecamatan lain.
Sebelum berangkat dari ibukota kabupaten ke kota kecamatan dimana Herman ditahan, sebelumnya Sofyan sudah menghubungi AKP Muryanto, Kapolsek setempat. Sofyan menanyakan keadaan Herman dan menyinggung kemungkinan Herman bisa dibebaskan dengan jaminan tanpa harus diteruskan hingga ke pengadilan.
Sofyan kenal baik dengan AKP Muryanto sejak Kapolsek itu masih berpangkat Sersan Satu Polisi. Kini ia sedang berada di ruangan Kapolsek tersebut. Ruangan kerja yang cukup luas dengan meja kerja cukup besar dan seperangkat sofa untuk tamu. Meski terpasang AC, penyejuk ruangan, namun Kapolsek membuka jendela ruangan yang menghadap ke jalan umum, sehingga bisa melihat kendaraan dan orang lewat disana.
“Silakan bila ingin merokok,” tawar Kapolsek.
“Terima kasih,” sahut Sofyan sambil mengeluarkan rokok kemudian menyulutnya.
“Mas Sofyan mau minum apa ?” tanya Kapolsek.
“Apa saja boleh,” balas Sofyan.
Kapolsek pun memanggil seorang Banpol.
“Terima kasih,” sahut Sofyan sambil mengeluarkan rokok kemudian menyulutnya.
“Mas Sofyan mau minum apa ?” tanya Kapolsek.
“Apa saja boleh,” balas Sofyan.
Kapolsek pun memanggil seorang Banpol.
“Tolong bawakan kopi 2 gelas,” perintah Kapolsek.
“Siap pak !” sahut Banpol itu.
“Siap pak !” sahut Banpol itu.
“Gimana kira-kira, mas. Apa yang bisa saya bantu ?” tanya Kapolsek.
Sofyan tak serta merta menjawab pertanyaan Kapolsek. Ia hisap rokoknya dan kemudian menghembuskan asapnya perlahan sambil memikirkan kalimat yang tepat untuk memulai pembicaraan.
“Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya melalui pembicaraan kita di telpon, pak Kapolsek tentu sudah menduga apa yang akan saya bicarakan,” Sofyan memulai pembicaraannya.
AKP Muryanto hanya manggut-manggut sambil mengisap rokoknya.
“Santai saja, mas. Saya pasti bantu sebisa saya, asalkan tak apa-apa dengan tugas saya di kemudian hari,” kata Kapolsek menenangkan Sofyan yang sebenarnya sangat gelisah atas kejadian yang menimpa seorang anak buahnya ini, karena ini menyangkut kredibilitas dirinya selaku pimpinan dan pertaruhan profesinya sebagai seorang wartawan senior.
Sebetulnya Sofyan bisa lepas tangan begitu saja dengan memecat anak buahnya itu. Namun sebagai pimpinan yang bijak, itu tak dilakukannya. Lagi-lagi Sofyan mengingat kredibilatasnya apakah ia mampu menyelesaikan masalah sebelum jalan keluarnya buntu.
“Kalau boleh tahu, barang bukti apa saja yang didapat saat penggerebekan itu ?” tanya Sofyan ingin tahu jelas.
“Petugas kami menemukan alat bukti berupa alat hisap, korek api gas, dan pipet penghisap minuman,” urai Kapolsek.
“Apakah barang bukti berupa narkoba juga ditemukan saat itu ?” tanya Sofyan pula.
“Itulah mas, petugas kami tak menemukan barang bukti berupa narkoba. Kemungkinan petugas kami datang setelah mereka berdua usai memakai,” jelas Kapolsek, berhenti sejenak sambil menyeruput kopinya.
“Silakan diminum kopinya dulu mas, baru kita lanjutkan lagi,” ujar Kapolsek.
“Hasil tes urine yang kami lakukan, keduanya positif menggunakan salah satu jenis narkoba. Tak adanya barang bukti berupa narkoba yang ditemukan, disinilah celah yang bisa kami tempuh untuk melepas anak buah mas Sofyan dan temannya itu,” urai Kapolsek memberi harapan.
Sofyan mulai agak lega mendengar uraian AKP Muryanto.
“Yang perlu saya ketahui adalah, apakah sudah ada pihak media yang mencium masalah ini ?” tanya Kapolsek.
Sambil menyalakan rokoknya kembali, Sofyan menjawab, “saya pastikan masalah ini belum tercium pihak media. Kalaupun ada diantaranya yang terlanjur tahu, saya akan coba loby mereka untuk tak mengekspose masalah ini.”
Berkat kegigihan Sofyan meyakinkan AKP Muryanto untuk melakukan pembinaan terhadap anak buahnya, Herman dibebaskan dengan selembar surat pernyataan yang harus ditandatangani dan dipatuhi.
“Dalam hal ini kami tak cuma membebaskan anak buah mas Sofyan, temannya pun mesti kami bebaskan juga agar tak kentara,” ucap Kapolsek.
“Iya pak Kapolsek. Saya sangat berterimakasih atas bantuan dan pengertiannya,” kata Sofyan.
“Sama-sama, mas. Saya juga berharap bantuan dan kerjasamanya,” balas Kapolsek.
“Pasti, kami pasti selalu bersedia membantu dan berkerjasama, pak,” kata Sofyan lagi, keduanya pun bersalaman.
Herman akan dilepas setelah menanda tangani surat pernyataan. Sedangkan temannya dilepas dengan sejumlah uang jaminan.
Sofyan tak mau tahu terkait uang jaminan yang dibayarkan oleh orangtua temannya Herman. Sofyan pikir itu urusan internal Kapolsek.
Sofyan tak serta merta menjawab pertanyaan Kapolsek. Ia hisap rokoknya dan kemudian menghembuskan asapnya perlahan sambil memikirkan kalimat yang tepat untuk memulai pembicaraan.
“Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya melalui pembicaraan kita di telpon, pak Kapolsek tentu sudah menduga apa yang akan saya bicarakan,” Sofyan memulai pembicaraannya.
AKP Muryanto hanya manggut-manggut sambil mengisap rokoknya.
“Santai saja, mas. Saya pasti bantu sebisa saya, asalkan tak apa-apa dengan tugas saya di kemudian hari,” kata Kapolsek menenangkan Sofyan yang sebenarnya sangat gelisah atas kejadian yang menimpa seorang anak buahnya ini, karena ini menyangkut kredibilitas dirinya selaku pimpinan dan pertaruhan profesinya sebagai seorang wartawan senior.
Sebetulnya Sofyan bisa lepas tangan begitu saja dengan memecat anak buahnya itu. Namun sebagai pimpinan yang bijak, itu tak dilakukannya. Lagi-lagi Sofyan mengingat kredibilatasnya apakah ia mampu menyelesaikan masalah sebelum jalan keluarnya buntu.
“Kalau boleh tahu, barang bukti apa saja yang didapat saat penggerebekan itu ?” tanya Sofyan ingin tahu jelas.
“Petugas kami menemukan alat bukti berupa alat hisap, korek api gas, dan pipet penghisap minuman,” urai Kapolsek.
“Apakah barang bukti berupa narkoba juga ditemukan saat itu ?” tanya Sofyan pula.
“Itulah mas, petugas kami tak menemukan barang bukti berupa narkoba. Kemungkinan petugas kami datang setelah mereka berdua usai memakai,” jelas Kapolsek, berhenti sejenak sambil menyeruput kopinya.
“Silakan diminum kopinya dulu mas, baru kita lanjutkan lagi,” ujar Kapolsek.
“Hasil tes urine yang kami lakukan, keduanya positif menggunakan salah satu jenis narkoba. Tak adanya barang bukti berupa narkoba yang ditemukan, disinilah celah yang bisa kami tempuh untuk melepas anak buah mas Sofyan dan temannya itu,” urai Kapolsek memberi harapan.
Sofyan mulai agak lega mendengar uraian AKP Muryanto.
“Yang perlu saya ketahui adalah, apakah sudah ada pihak media yang mencium masalah ini ?” tanya Kapolsek.
Sambil menyalakan rokoknya kembali, Sofyan menjawab, “saya pastikan masalah ini belum tercium pihak media. Kalaupun ada diantaranya yang terlanjur tahu, saya akan coba loby mereka untuk tak mengekspose masalah ini.”
Berkat kegigihan Sofyan meyakinkan AKP Muryanto untuk melakukan pembinaan terhadap anak buahnya, Herman dibebaskan dengan selembar surat pernyataan yang harus ditandatangani dan dipatuhi.
“Dalam hal ini kami tak cuma membebaskan anak buah mas Sofyan, temannya pun mesti kami bebaskan juga agar tak kentara,” ucap Kapolsek.
“Iya pak Kapolsek. Saya sangat berterimakasih atas bantuan dan pengertiannya,” kata Sofyan.
“Sama-sama, mas. Saya juga berharap bantuan dan kerjasamanya,” balas Kapolsek.
“Pasti, kami pasti selalu bersedia membantu dan berkerjasama, pak,” kata Sofyan lagi, keduanya pun bersalaman.
Herman akan dilepas setelah menanda tangani surat pernyataan. Sedangkan temannya dilepas dengan sejumlah uang jaminan.
Sofyan tak mau tahu terkait uang jaminan yang dibayarkan oleh orangtua temannya Herman. Sofyan pikir itu urusan internal Kapolsek.
“Mereka sudah bersedia membantu membebaskan dan melepaskan Herman saja, ini sudah suatu hal yang sangat berarti dan berharga,” bathin Sofyan.
Atas kesepakatan dan anjuran AKP Muryanto, Herman tak langsung dibebaskan setelah menandatangani surat pernyataan, tapi diinapkan dulu dalam sel tahanan.
Atas kesepakatan dan anjuran AKP Muryanto, Herman tak langsung dibebaskan setelah menandatangani surat pernyataan, tapi diinapkan dulu dalam sel tahanan.
“Biar kita kasih shock therapy dulu, agar dia berpikir atas perbuatannya,” ujar Kapolsek yang diamini oleh Sofyan.
Sebelum meninggalkan Mapolsek, Sofyan menemui Herman di sel tahanannya.
Sebelum meninggalkan Mapolsek, Sofyan menemui Herman di sel tahanannya.
“Kamu akan dilepas besok siang. Kali ini kamu beruntung Kapolsek mau membantu. Jika tidak, kamu bisa dipenjara bertahun-tahun atas kebodohanmu. Jika sampai terulang lagi, aku pasti tak akan mengurusimu lagi,” wejang Sofyan, sementara itu Herman berikut temannya cuma bisa menunduk tanpa berani mengangkat muka.
“Baiklah, aku pulang dulu. Ingat dan camkan kata-kataku barusan,” ucap Sofyan sambil berlalu meninggalkan sel tahanan.
Selepas shalat isya Sofyan meninggalkan Mapolsek, balik ke ibukota kabupaten yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dengan mobil. Sambil menyetir Sofyan masih sempat membayangkan Herman yang sempat ia marah-marahi. Ia tak habis pikir kenapa anak buahnya itu bisa terjerumus seperti itu. “Kemungkinan Herman salah memilih teman dan terpengaruh oleh ajakan temannya,” pikir Sofyan.
Ia pun tak habis pikir peredaran narkoba yang seakan tak ada habis-habisnya. Padahal setahu dia sudah banyak penjual maupun pengedar yang ditangkap dan dipenjarakan. Bahaya narkoba seolah mengepung masyarakat, mengintai dan mengintip setiap orang untuk mendekati dan menggunakannya. “Say no to drug seolah tak berdaya dengan kegigihan para penjual dan pengedar serta bandar narkoba,” bisik hati Sofyan. (Imi Surya Putra)
“Baiklah, aku pulang dulu. Ingat dan camkan kata-kataku barusan,” ucap Sofyan sambil berlalu meninggalkan sel tahanan.
Selepas shalat isya Sofyan meninggalkan Mapolsek, balik ke ibukota kabupaten yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dengan mobil. Sambil menyetir Sofyan masih sempat membayangkan Herman yang sempat ia marah-marahi. Ia tak habis pikir kenapa anak buahnya itu bisa terjerumus seperti itu. “Kemungkinan Herman salah memilih teman dan terpengaruh oleh ajakan temannya,” pikir Sofyan.
Ia pun tak habis pikir peredaran narkoba yang seakan tak ada habis-habisnya. Padahal setahu dia sudah banyak penjual maupun pengedar yang ditangkap dan dipenjarakan. Bahaya narkoba seolah mengepung masyarakat, mengintai dan mengintip setiap orang untuk mendekati dan menggunakannya. “Say no to drug seolah tak berdaya dengan kegigihan para penjual dan pengedar serta bandar narkoba,” bisik hati Sofyan. (Imi Surya Putra)
*Kesamaan tempat, nama dan karakter hanyalah kebetulan belaka, tulisan tersebut di atas hanyalah fiktif dan fiksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.