Mahmud sudah bertahun-tahun mengenal dan berteman dengan Firman, sejak ia pertama kali menginjakkan kakinya di daerah yang kaya batubara itu, satu kota kabupaten.
Bersama Firman, Mahmud telah merasakan arti satu persahabatan yang sesungguhnya, seperti kepompong yang berubah indah jadi kupu-kupu.
Padahal di mata sebagian orang, sosok Firman bukanlah orang baik; pemabuk, pemadat, suka hura-hura, dan main perempuan. Cap tidak baik sudah melekat pada sosok Firman. Namun bagi Mahmud, berbeda jauh dari anggapan orang lain, Firman adalah sahabat sejati.
Usai sarapan pagi tadi isteri Mahmud, Rukayah berpesan, “jangan lagi berteman dengan Firman. Tanpa dia Abang bisa tetap bekerja.”
Mahmud diam saja mendengar pesan isterinya itu.
Sebenarnya hampir saja keluar ucapan membantah perkataan isterinya itu, tapi Mahmud urungkan karena akan memicu pertengkaran. “Biarlah orang lain menganggap Firman tidak baik, tapi aku lebih tahu dan mengerti siapa Firman sesungguhnya,” bathin Mahmud.
“Bila Abang tetap saja berteman dengan Firman, lama-lama nanti bisa saja ketularan kelakuan dia. Bisa saja nanti Abang coba-coba ikut nyabu, mabuk, atau ingin punya isteri banyak seperti Firman itu,” lanjut isterinya dengan intonasi agak tinggi dan terdengar sewot karena Mahmud tetap diam.
“Sungguh aku tak kan rela bila Abang sampai menjadi seperti Firman,” sembur isterinya lagi dengan nada emosi.
“Sudahlah, nggak usah membicarakan orang lain, lebih baik kamu siapkan sarapan,” kata Mahmud yang mulai gerah mendengar ocehan isterinya.
Seingat Mahmud, ia telah lebih 6 tahun berteman dengan Firman. Masih segar dalam ingatan Mahmud ketika pertama kali datang ke kota ini tanpa tujuan pasti, berbekal keinginan dan beberapa helai pakaian yang dibungkus tas lusuh, serta beberapa puluh ribu rupiah uang di saku celana.
Firman lah orang pertama yang menyapanya di kota ini saat Mahmud memesan secangkir kopi di satu warung tepi jalan.
“Dari mana mas, tampaknya dari bepergian jauh ?” sapa Firman kala itu yang duduk berhadapan dengan Mahmud di warung itu.
“Dari kampung, mau cari-cari usaha disini,” jawab Mahmud senang karena ada orang yang memperhatikannya.
Firman mengulurkan tangannya menyalami Mahmud sambil memperkenalkan diri. Mahmud pun berlaku sama, mereka pun saling berkenalan.
Di warung itu, yang kini sudah tergusur oleh bangunan megah, Mahmud dan Firman pertama kali berkenalan dan seterusnya menjadi sahabat.
Kala itu Firman tak cuma membayar makanan dan minuman untuk Mahmud, tapi juga mengajaknya ke rumah sewaannya, menawarkan Mahmud tempat tinggal sementara. Firman yang waktu itu juga masih hidup sendiri belum menikah, mengaku merasa senang mendapat teman dan membantu orang lain.
“Tinggal aja disini, anggap rumah sendiri, nggak ada juga orang lain selain kita,” Firman menawarkan tempat tinggal kepada Mahmud.
Rumah sewaan Firman, meski terbuat dari bahan kayu, cukup luas untuk ukuran bujangan seperti mereka berdua. Memiliki kamar tidur muat buat berdua dengan kasur busa tebal. Di ruang tamu yang dilapisi tikar plastik, tak ada kursi, tak ada televisi, hanya terdapat beberapa helai koran bekas. Di sudut ruangan dekat jendela tampak susunan botol bekas minuman keras bermerk.
Di ruangan dapur, terdapat beberapa peralatan makan, tempat air minum berupa galon, satu kompor yang tampaknya jarang digunakan.
“Sudahlah, nggak usah membicarakan orang lain, lebih baik kamu siapkan sarapan,” kata Mahmud yang mulai gerah mendengar ocehan isterinya.
Seingat Mahmud, ia telah lebih 6 tahun berteman dengan Firman. Masih segar dalam ingatan Mahmud ketika pertama kali datang ke kota ini tanpa tujuan pasti, berbekal keinginan dan beberapa helai pakaian yang dibungkus tas lusuh, serta beberapa puluh ribu rupiah uang di saku celana.
Firman lah orang pertama yang menyapanya di kota ini saat Mahmud memesan secangkir kopi di satu warung tepi jalan.
“Dari mana mas, tampaknya dari bepergian jauh ?” sapa Firman kala itu yang duduk berhadapan dengan Mahmud di warung itu.
“Dari kampung, mau cari-cari usaha disini,” jawab Mahmud senang karena ada orang yang memperhatikannya.
Firman mengulurkan tangannya menyalami Mahmud sambil memperkenalkan diri. Mahmud pun berlaku sama, mereka pun saling berkenalan.
Di warung itu, yang kini sudah tergusur oleh bangunan megah, Mahmud dan Firman pertama kali berkenalan dan seterusnya menjadi sahabat.
Kala itu Firman tak cuma membayar makanan dan minuman untuk Mahmud, tapi juga mengajaknya ke rumah sewaannya, menawarkan Mahmud tempat tinggal sementara. Firman yang waktu itu juga masih hidup sendiri belum menikah, mengaku merasa senang mendapat teman dan membantu orang lain.
“Tinggal aja disini, anggap rumah sendiri, nggak ada juga orang lain selain kita,” Firman menawarkan tempat tinggal kepada Mahmud.
Rumah sewaan Firman, meski terbuat dari bahan kayu, cukup luas untuk ukuran bujangan seperti mereka berdua. Memiliki kamar tidur muat buat berdua dengan kasur busa tebal. Di ruang tamu yang dilapisi tikar plastik, tak ada kursi, tak ada televisi, hanya terdapat beberapa helai koran bekas. Di sudut ruangan dekat jendela tampak susunan botol bekas minuman keras bermerk.
Di ruangan dapur, terdapat beberapa peralatan makan, tempat air minum berupa galon, satu kompor yang tampaknya jarang digunakan.
“Aku jarang masak, sering makan diluar, di warung aja,” suara Firman mengagetkan Mahmud yang sedang mengamati ruangan dapur.
“Kalo mau masak di rumah, nanti kita beli beras dan lainnya,” sambung Firman.
Dari Firman yang dianggap bukan orang baik oleh sebagian orang itu, Mahmud banyak belajar tentang berbagai hal. Firman yang doyan minum minuman keras, tak suka usil terhadap urusan orang lain. Bila dalam keadaan normal, Firman peduli terhadap siapapun.
Mahmud jadi berpikir tentang sosok Firman, yang kontradiktif dengan kebanyakan para pecandu alkohol. Selama ia kumpul dengan Firman lebih dari dua tahun serumah, Mahmud tak pernah melihat Firman layaknya orang mabuk usai menenggak minuman beralkohol. Hanya saja Firman lebih sering bicara banyak hal kalau sedang kerasukan alkohol.
“Kalo mau masak di rumah, nanti kita beli beras dan lainnya,” sambung Firman.
Dari Firman yang dianggap bukan orang baik oleh sebagian orang itu, Mahmud banyak belajar tentang berbagai hal. Firman yang doyan minum minuman keras, tak suka usil terhadap urusan orang lain. Bila dalam keadaan normal, Firman peduli terhadap siapapun.
Mahmud jadi berpikir tentang sosok Firman, yang kontradiktif dengan kebanyakan para pecandu alkohol. Selama ia kumpul dengan Firman lebih dari dua tahun serumah, Mahmud tak pernah melihat Firman layaknya orang mabuk usai menenggak minuman beralkohol. Hanya saja Firman lebih sering bicara banyak hal kalau sedang kerasukan alkohol.
“Kalau belum pernah meminum minuman beralkohol, sebaiknya jangan coba-coba, nanti bisa keterusan,” wejang Firman ke Mahmud suatu ketika.
Mahmud hanya manggut-manggut dengan wajah bengong.
Firman menceritakan awal mula ia kecanduan alkohol. Karena putus bercinta, ia melampiaskan kekecewaannya dengan menenggak Miras. Dan keseringan menjadikannya kecanduan meski ia sudah melupakan sakit hatinya.
“Sebenarnya kalau dibilang kecanduan juga tidak. Aku minum bila lagi kepingin aja,” ungkap Firman.
Dari Firman pula, Mahmud belajar berkerja tanpa harus melamar pekerjaan kesana kemari.
Mahmud hanya manggut-manggut dengan wajah bengong.
Firman menceritakan awal mula ia kecanduan alkohol. Karena putus bercinta, ia melampiaskan kekecewaannya dengan menenggak Miras. Dan keseringan menjadikannya kecanduan meski ia sudah melupakan sakit hatinya.
“Sebenarnya kalau dibilang kecanduan juga tidak. Aku minum bila lagi kepingin aja,” ungkap Firman.
Dari Firman pula, Mahmud belajar berkerja tanpa harus melamar pekerjaan kesana kemari.
“Mencari pekerjaan itu sulit, lebih gampang mencari duit,” cetus Firman kala itu.
Mahmud agak bingung mencerna perkataan Firman itu.
“Mencari pekerjaan membutuhkan banyak persyaratan, tapi kalau mencari duit itu dengan kemauan dan potensi yang ada dimiliki. Akan lebih baik menjadi bos bagi diri sendiri meski pendapatan kecil, daripada gaji besar tapi berstatus kuli yang tunduk dengan berbagai aturan,” jelas Firman ke Mahmud.
Firman mengajarkan Mahmud bagaimana sikap menghadapi dan berbicara kepada orang lain agar memperoleh simpati dan kepercayaan.
Mahmud agak bingung mencerna perkataan Firman itu.
“Mencari pekerjaan membutuhkan banyak persyaratan, tapi kalau mencari duit itu dengan kemauan dan potensi yang ada dimiliki. Akan lebih baik menjadi bos bagi diri sendiri meski pendapatan kecil, daripada gaji besar tapi berstatus kuli yang tunduk dengan berbagai aturan,” jelas Firman ke Mahmud.
Firman mengajarkan Mahmud bagaimana sikap menghadapi dan berbicara kepada orang lain agar memperoleh simpati dan kepercayaan.
“Bersikaplah sopan terhadap siapa saja bila kita ingin menarik simpati dan kepercayaannya. Nilai sebuah kepercayaan itu mahal melebihi materi yang bisa didapatkan setiap saat bila kita mau mencarinya, tapi kepercayaan akan sangat sulit dicari,” urai Firman.
Itulah sosok Firman yang dikenal Mahmud selama ini, yang tak banyak diketahui isteri yang dinikahinya lebih setahun lalu.
Kini mereka sudah masing-masing menikah dan memiliki keluarga. Hanya saja Mahmud memiliki satu isteri, sedangkan Firman menikahi dua orang.
Pagi ini Mahmud menemui Firman di rumah isteri tuanya. Di perjalanan tadi Firman memberitahukan Mahmud melalui SMS bahwa ia di rumah isteri pertamanya.
Hari ini Mahmud dan Firman berencana akan meninjau satu lokasi tambang yang menawarkan hasil produksinya untuk dicarikan pembeli.
“Apapun kata isteriku dan orang lain tentang Firman, ia tetap sahabatku, dan tetap selalu sebagai sahabatku,” ikrar Mahmud dalam hati. (Imi Surya Putra)
Itulah sosok Firman yang dikenal Mahmud selama ini, yang tak banyak diketahui isteri yang dinikahinya lebih setahun lalu.
Kini mereka sudah masing-masing menikah dan memiliki keluarga. Hanya saja Mahmud memiliki satu isteri, sedangkan Firman menikahi dua orang.
Pagi ini Mahmud menemui Firman di rumah isteri tuanya. Di perjalanan tadi Firman memberitahukan Mahmud melalui SMS bahwa ia di rumah isteri pertamanya.
Hari ini Mahmud dan Firman berencana akan meninjau satu lokasi tambang yang menawarkan hasil produksinya untuk dicarikan pembeli.
“Apapun kata isteriku dan orang lain tentang Firman, ia tetap sahabatku, dan tetap selalu sebagai sahabatku,” ikrar Mahmud dalam hati. (Imi Surya Putra)
*Kesamaan nama, tempat, lokasi dan karakter hanyalah kebetulan saja; semuanya adalah fiksi dan fiktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.