Religi | Mu'tazilah dan Jaman Keemasan (the Golden Age) Iptek Umat Islam - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Minggu, 05 Juni 2022

    Religi | Mu'tazilah dan Jaman Keemasan (the Golden Age) Iptek Umat Islam

    I'tizal anna.

    Itulah yang dikatakan Iman Hasan Al Bashri tentang muridnya yang bernama Washil bin Atha (700-748 M) yang membuat kelompok pengajian baru di luar pengajian Gurunya, yakni Hasan Al Bashri.

    Dia (Washil) telah keluar dari ajaran Gurunya. Inilah yang dimaksud dari perkataan Imam Hasan Al Bashri. Dari kata i'tizal inilah kemudian muncul penisbatan nama Mu'tazilah bagi para pengikut ajaran Washil bin Atha. 

    Dikisahkan ada seseorang yang bertanya tentang derajat seorang pendosa dimanakah tempat yang sesuai baginya, ketika Hasan Al Bashri membutuhkan sedikit waktu menjawab pertanyaan tersebut. Lalu Washil bin Atha nyeletuk, bahwasanya tempat bagi seorang pendosa ada di tengah; diantara orang muslim dan orang kafir. Lantas Hasan Al Bashri berpendapat bahwa orang yang berdosa itu statusnya masih tetap Muslim. Dan ketika Washil bin Atha pun membuat grup pengajian baru karena tak sependapat dengan pemahaman Gurunya itu.

    Disarikan dari sejumlah sumber, Mu'tazilah bukanlah mazhab seperti 4 mazhab dalam Islam (Sunni) yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali, tapi Mu'tazilah merupakan aliran pemikiran yang mengarah kepada ilmu kalam (teologi) yang bersifat lebih rasional dan liberal. Pandangan kaum Mu'tazilah lebih banyak ditunjang dengan dalil-dalil akal (logika) dan juga lebih filosofis.

    Mu'tazilah mempunyai doktrin 5 ajaran dasar atau yang biasa disebut al-Ushul al-Khamsah: at-Tauhid (meng-esa-kan Allah), al- Adl (ke-Maha Adilan Allah), al-Wa’ad Wa al-Wa’id (janji Allah untuk perbuatan baik dan buruk), al-Manzilah bain al-Manzilatain (pendosa berada diantara 2 posisi), dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa an-Nahy ‘an Munkar (keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan, menjauhi larangan Allah).


    Mu'tazilah mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Khalifah Dinasti Abbasiyah yakni Khalifah Al Makmun (170-218 H) yang naik tahta setelah Khalifah Harun Al Rasyid. Di masa inilah ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat hingga membawa umat Islam mencapai jaman keemasan (the golden age), melanjutkan jejak ayahnya Harun Al Rasyid. Ia sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi hingga dana riset yang diberikan Al Makmun kepada Bait al Hikmah (perpustakaan Negara dan pusat kajian pada saat itu) 2 kali lebih besar daripada dana riset Medical Research Centre di Inggris saat ini.

    William L. Langer, Sejarawan terkenal kelas dunia menorehkan catatan keberhasilan yang dicapai oleh Khalifah al Makmun dan mazhab wajib kenegaraannya: 

    “His reign probably the most glorious epoch in the history of the caliphate. The art and sciences were liberally endowed. Two observatories were built, one near Damascus, the other near Baghdad. A House of Knowledge, provided with a Rich library, was created near the Baghdad Observatory. Literary scientific, and philosophical works were translated from Greek, Syriac, Persian, and Sanskrit. A liberal religious attitude adopted. Mu’tazilism became the established faith.” 

    (Masa pemerintahannya boleh jadi merupakan jaman paling gemilang sepanjang sejarah khilafat. Kesenian dan sains dibantu pengembangannya dengan dana yang melimpah. Dua observatorium dibangun, satu dekat Damaskus, satu dekat Baghdad. Baitul Hikmah, dilengkapi dengan perpustakaan yang kaya koleksi buku-buku, dibangun dekat observatorium Baghdad. Karya-karya sastra, ilmiah dan filsafat diterjemahkan dari bahasa Yunani, Siryani, Persia, dan Sansekerta. Paham keagamaan liberal diberlakukan. Paham Mu’tazilah menjadi paham kenegaraan.). (Red/dari berbagai sumber)

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...