Diketahui, SK itu berisi persetujuan pelimpahan Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Menurut Supardji, secara hukum SK persetujuan IUP tersebut sah karena telah melalui proses hukum administrasi di tingkat dinas teknis baik tentang persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial yang secara prosedural telah dilalui.
Dalam legal opinion-nya, Suparji mengungkapkan alasan-alasan hukum yang mendasarinya dan menyimpulkan bahwa penerbitan SK Bupati Tanah Bambu yang saat itu dijabat Mardani H. Maming adalah sah.
Dalam hal terdapat cacat administrasi dalam penerbitan SK Bupati Tanah Bambu Nomor 296 tahun 2011, dijelaskan Suparji, maka upaya yang bisa ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pejabat yang menerbitkan SK tersebut, pejabat atasan Bupati, atau mengajukan gugatan pembatalannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Dalam kasus cacat prosedur merupakan Ranah Hukum Administrasi untuk penyelesaiannya. Kecuali jika terdapat maladministrasi, utamanya bila terjadi penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir)," katanya dalam pandangan hukumnya yang diterima sejumlah media, Rabu (22/06/22).
Mardani, diakuinya saat itu memang menjadi Bupati Tanah Bambu Kalsel. Namun, dia meyakini bahwa Mardani tidak menerima gratifikasi seperti yang disangkakan kepadanya.
"Dia (Mardani) tidak menerima sepeserpun gratifikasi ijin tambang tersebut. Tuduhan itu selain tak berdasar, itu juga fitnah keji yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Keyakinannya itu terkonfirmasi dalam fakta persidangan. Dia mengatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga telah mengonfirmasi atau memastikan ke Terdakwa Dwijono, Mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (sebelum berganti menjadi ESDM, Red) Kabupaten Tanah Bumbu. Tak hanya JPU, Hakim yang memimpin persidangan juga telah memastikan itu ke Dwijono.
"(Dalam persidangan) Dwijono tetap menegaskan Mardani tidak menerima gratifikasi sama sekali. Uang haram itu hanya dinikmati sendiri oleh terdakwa Dwidjono," katanya.
Terkait kesaksian Christian Soetio, selaku direktur PT PCN yang menyebut adanya aliran dana ke Mardani H. Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) sebesar Rp 89 milyar, kesaksian itu juga kata dia; hanyalah fitnah.
"Transfer itu justru ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani. Malah justru perusahaan Christian lah yang mempunyai utang kepada PT TSP dan PT PAR sebesar Rp 106 milyar yang saat ini sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)," katanya pula.
Dilihat dari posisi kasus tersebut, dia meyakini bahwa persoalan penerbitan ijin tambang ini tak lagi dikait-kaitkan dengan Mardani H. Maming. Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia ini menegaskan bahwa Mardani tak terlibat dan tidak ikut bancakan. (PR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.