Pemerintah Indonesia berencana akan mengesahkan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidaha (RKUHP) pada Juli 2022 mendatang.
Pasal-pasal tersebut berpotensi membatasi hak untuk berekspresi dan berpendapat, serta rentan disalahgunakan untuk merepresi pihak yang kritis terhadap pemerintah. Padahal, hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa; "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat." (Pasal 28E ayat (3) UUD 1945).
RKUHP ini sempat ramai dari penolakan masyarakat pada 2019 lalu. Pembahasan oleh Pemerintah dan DPR sempat terhenti, sudah disetujui di tingkat pertama, siap disahkan di tingkat paripurna, namun terhenti karena masif-nya pernolakan masyarakat.
Penolakan masyarakat tersebut terkait sejumlah pasal yang mengancam ruang kebebasan sipil yang akhir-akhir ini semakin menunjukkan penyempitan dengan banyaknya kriminalisasi terhadap Pembela HAM, Aktivis Ormas, Jurnalis/Wartawan, bahkan masyarakat umum yang menyuarakan pendapatnya.
Mengutip dari Amnesty Internasional, terdapat sejumlah pasal dalam RKUHP yang punya potensi multitafsir dan jadi pasal karet yang bisa mengancam ruang kebebasan sipil yang semakin menyempit. Pasal-pasal tersebut berpotensi;
- Membungkam kebebasan sipil, kebebasan berekspresi dan berpendapat, kebebasan pers yakni;
- Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 dan 219).
- Pasal penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240 dan Pasal 241).
- Pasal tentang penyiaran berita bohong (Pasal 262).
- Pasal tentang penyelenggaran aksi tanpa pemberitahuan lebih dahulu (Pasal 273).
- Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354).
- Pasal tentang pencemaran nama baik (Pasal 439).
- Pasal tentang pencemaran orang mati (Pasal 446).
- Melanggar hak hidup. RKUHP masih saja mengadopsi hukuman mati sebagai salah satu opsi hukuman pidana. Hukuman mati seharusnya dihapuskan secara total karena merupakan pelanggaran atas hak untuk hidup yang dilindungi oleh hukum internasional. Melanggar hak privasi. Pasal perzinahan dan *kohabitasi (Pasal 417 dan 419).
- Melanggar hak atas privasi yang dengan jelas dilindungi dalam hukum HAM internasional. Pemidanaan kohabitasi yang dilakukan dua orang dewasa secara konsensual, tanpa paksaan dan kekerasan adalah bentuk serangan langsung dan pelanggaran terhadap privasi.
Selain itu, draft RKUHP mengatur total 1.251 perbuatan pidana, dan 1.198 diantaranya diancam dengan pidana penjara. Jumlah tersebut sangat berpotensi membuat penjara semakin penuh. Ketentuan dalam RKUHP dapat membuat masyarakat terancam dipidana dan dipenjara hanya karena menggunakan hak atas kebebasan berekspresi atau kebebasan berpendapat. Terlebih lagi, jika disahkan, RKUHP akan merugikan kelompok rentan, minoritas dan berpotensi untuk meningkatkan diskriminasi terhadap perempuan dan minoritas seksual melaui pasal yang melanggar hak privasi seperti pasal 417 dan 419. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.