Editorial | Polri Presisi Diuji Oleh Kasus Begal di Lombok NTB - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Jumat, 15 April 2022

    Editorial | Polri Presisi Diuji Oleh Kasus Begal di Lombok NTB

    ilustrasi
    Sudah cukup lama memang sejak Kapolri dijabat oleh Listyo Sigit Prabowo, kata 'Presisi' muncul dan dilekatkan ke nama institusi Kepolisian yakni Polri Presisi.

    Namun tentu tak sedikit orang yang belum tentu mengetahui arti dan makna dari kata; presisi tersebut.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata presisi memiliki 2 arti dan makna yakni; ketepatan dan ketelitian.

    Penggunaan kata presisi di Polri tersebut bukan tanpa maksud apalagi cuma untuk gagah-gagahan serta menarik perhatian saja.

    Polisi Presisi ataupun Polri Presisi dipastikan memiliki maksud dan tujuan sesuai arti dan makna presisi tersebut; Polisi atau Polri yang memiliki ketepatan dan ketelitian di setiap kinerja, atau paling tidak berpatokan dan berlandaskan pada 'presisi'.

    Dimanapun di atas dunia setiap maksud dan tujuan yang baik; dipastikan banyak yang mendukung tak terkecuali di negeri ini, dan dukungan untuk Polri Presisi. Namun ibarat kata pepatah lama; tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatupun yang sempurna, no one's perfect, selalu ada kekurangan, dan ini adalah ujian untuk selalu melakukan perbaikan.

    Polri Presisi, sudah diuji oleh kasus yang pada pekan ini ramai dan viral di jagat maya, kasus hukum yang menimpa seorang warga di Lombok NTB bernama Murtade alias Amaq Sinta (34) yang ditetapkan sebagai Tersangka oleh pihak Kepolisian setempat dikarenakan membunuh untuk membela diri.

    Dari informasi banyak media menyebut; Amaq Sinta membunuh 2 dari 4 orang yang akan membegal dirinya dan akan merampas sepeda motornya, membela diri. Alasan pihak Kepolisian setempat menetapkannya sebagai Tersangka cukup mencengangkan dan membuat banyak orang tak bisa menerima, sampai-sampai ada warga yang berunjukrasa agar Amaq Sinta dibebaskan.

    Video rilis kasus begal dengan narasumber Wakapolres Lombok Tengah, Kompol Ketut Tamiana juga viral.  Sebelumnya wartawan menanyakan bagaimana tips apabila bertemu begal? Apakah harus melawan atau membiarkan begal mengambil harta bendanya agar selamat tidak dibunuh begal. 

    Polisi menjelaskan bahwa di Indonesia main hakim sendiri merupakan perbuatan yang dilarang, karena termasuk pelanggaran tidak pidana. 
    Wartawan tadi kembali merespon dengan pertanyaan satirnya jika masyarakat bertemu begal maka dianjurkan lari dan meninggalkan sepeda motor. 

    "Jadi harus lari lah gitu? tinggalkan motor. Dan jangan sampai membunuh begal gitu," tanya Wartawan.

    Kompol Ketut Tamiana menyebut bahwa membunuh di negara Indonesia merupakan perbuatan dilarang bagi siapapun itu, karena dilindungi oleh hukum, walaupun yang dibunuh adalah pelaku kejahatan.

    Jawaban Wakapolres Lombok Tengah itupun sontak viral dan ramai di berbagai platform media sosial, karena terkesan tak ada pembelaan terhadap korban pembegalan justru malah cenderung membela si Begal.

    Dikutip dari Kompas, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Indonesia (FHUI), Indriyanto Seno Adji menilai pemahaman penegak hukum tersebut terlalu kaku menyikapi peraturan yang tidak sesuai dengan kondisi hukum senyatanya.

    Menurut Indriyanto, penegak hukum harus melihat sebuah kasus dari sisi social and defence protection, sehingga tidak tepat jika korban begal dijadikan sebagai tersangka. 

    "Sehingga hilang sifat melawan hukum pemilikan Sajam si korban dan dari sisi asas keadilan si korban tidak layaknya diposisikan sebagai tersangka sesuai prinsip Sifat melawan hukum materiel de fungsi negatif," jelasnya. 

    "Saya melakukan itu karena dalam keadaan terpaksa. Dihadang dan diserang dengan senjata tajam, mau tidak mau harus kita melawan. Sehingga seharusnya tidak dipenjara, kalau saya mati siapa yang akan bertanggungjawab," kata Amaq Sinta.

    Informasi terakhir Amaq Santi dibebaskan setelah Polres Lombok Tengah memberikan penangguhan penahanan. Dan pernyataan dari pihak Polda NTB; yang menentukan status bersalah atau tidak bersalah Amaq Sinta karena membela diri adalah hakim di pengadilan.

    Terhadap kasus yang menimpa Amaq Sinta itu banyak pihak berpendapat sebagai overmacht; atau yang sering disebut sebagai daya paksa merupakan konsep yang sudah umum dalam hukum pidana Indonesia. Hal ini tampak pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah mencantumkan hal tersebut di dalamnya. Pada Pasal 48 KUHP, dinyatakan bahwa: “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.”

    Dan, Polri Presisi telah diuji tentang sejauh mana ketepatan dan ketelitiannya dalam melayani masyarakat dalam kaitannya menegakkan hukum. Semoga ke depannya akan terus membaik dan kata 'presisi' tak sekedar retorika belaka. (Red)


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...