Editorial | Antara Kartini, Media Sosial dan Ratu Zaleha - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Kamis, 21 April 2022

    Editorial | Antara Kartini, Media Sosial dan Ratu Zaleha

    Terlahir dari kalangan ningrat yang feodal di masa Kolonial Belanda, berumur singkat, jadi istri muda alias dimadu oleh suaminya, terkungkung dalam lingkungan istana, intreraksi sosial pun terbatas. Inilah gambaran sosok seorang Raden Ajeng Kartini; yang dielukan dan didaulat sebagai seorang Pahlawan Emansipasi dan kesetaraan gender di Indonesia.

    RA Kartini menjadi terkenal setelah buku berjudul Door Duisternis Tot Licht karangan J.H Abendanon yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi 'Dari Kegelapan Menuju Terang', yang isinya memuat kumpulan surat-surat RA Kartini kepada para temannya dari kalangan Penjajah negerinya sendiri.

    Mengutip dari Wikipedia, pada 1922 buku tersebut diterbitkan oleh Percetakan Empat Saudara dengan hudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang, Boeah Pikiran'. Lalu buku berbahasa Belanda itu diterjemahkan oleh Armijn Pane, duterbitkan oleh Balai Pustaka dengan judul " Habis Gelap Terbitlah Terang'. Isinya hanya semacam 'Curhat' dan ide-ide RA Kartini terkait kondisi para perempuan Hindia Belanda di masanya itu.

    Andai saja di masa itu sudah ada platform media sosial, atau RA Kartini hidup di era modern sekarang ini; dapat dipastikan RA Kartini akan menggunakan platform media sosial untuk menuangkan ide dan curhatannya itu. Boleh jadi RA Kartini termasuk seorang Selebgram yang mempunyai Follower yang tak sedikit.

    Diantara sekian banyak perempuan yang hidup di masa Kolonial Belanda RA Kartini termasuk yang beruntung meskipun terkungkung dalam lingkungan istana. Paling tidak RA Kartini yang keturunan ningrat itu nasibnya jauh lebih baik daripada para perempuan 'Inlander' yang minim pendidikan kalau tak ingin dikatakan sama sekali tak berpendidikan. 
    RA Kartini pastilah seorang yang termasuk intelek, well educated di masanya, ini dibuktikan dengan kemampuannya bersurat-suratan dengan para teman Belanda Penjajah negerinya yang tentu saja dituliskan dalam Bahasa Belanda. 

    Hari ini tanggal 21 April tak sedikit orang terutama perempuan Hindia Belanda yang sudah 'bertasmiyah' menjadi Indonesia yang kembali mengenang dan mengingat RA Kartini yang diberi predikat sebagai Pahlawan pakai embel-embel Nasional pula. Kebalikannya tentu tak banyak yang ingat dan mengenang sejumlah perempuan di Hindia Belanda yang perjuangannya untuk bangsa ini dengan mengorbankan tidak saja pikiran dan tenaga tapi juga harta, keluarga hingga nyawanya, sebut saja Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Christina Martha Tiahahu, Dewi Sartika, Laksamana Malahayati, Nyi Hajar Dewantara, hingga Ratu Zaleha yang menggantikan Pangeran Antasari dan melanjutkan Perang Banjar melawan Penjajah Belanda di Tanah Banjar.
    Khusus Ratu Zaleha, selayaknya para Tokoh di Tanah Banjar, Banua (Kalsel, Red) lebih mengedapankan Putri Pangeran Antasari ini, memperlakukan beliau sangat khusus, membuatkan peringatan khusus pula atas heroisme beliau berjuang melawan penjajah, sehingga para generasi penerus 'Anak Banua' tahu siapa itu Ratu Zaleha yang sangat pantas diberi predikat Pahlawan. Terutama para perempuan di Tanah Banjar mesti menjadikan Ratu Zaleha sebagai inspirasi, karena rela meninggalkan 'zona nyaman' sebagai keturunan 'Pagustian' untuk bersama-sama rakyat melawan dan berhadapan secara fisik langsung dengan pasukan Penjajah. Dalas hangit, haram manyarah, waja sampai ka puting !!!

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...