courtesy : bagibukuiniblog |
Renungkan dan resapi 'petuah' si Nenek terkait penggunaan minyak goreng yang kini sedang naik harga. Jangan bisanya memasak cuma pakai minyak goreng. Kata si Nenek makanan atau masakan itu bisa direbus, dikukus, dibakar, dipanggang, atau apalah asalkan tak digoreng yang tentu menggunakan minyak goreng.
Mesti berinovasi di tengah mahalnya minyak goreng. Makanan ataupun masakan tanpa minyak goreng jadi solusi; hanya para emak di dapur yang paling tahu dan mengerti.
Katanya sih perkataan si Nenek itu bukan tidak empati dan simpati kepada para emak yang sedang kesusahan minyak goreng, tapi banyak orang yang belum paham perkataan si Nenek yang digolongkan perkataan unlearn alias belum dipelajari makna dibalik perkataan.
Maklum, si Nenek kan Politisi Kawakan yang perkataannya tak selalu tersurat tapi juga tersirat dengan kata-kata dan kalimat bersayap.
Nah, para emak bisa mencoba saran si Nenek agar tak selalu menggunakan minyak goreng di setiap makanan dan masakannya. Misalkan saja masak ayam boleh dicoba dengan disangrai menggunakan pasir panas, begitupun dengan kerupuk disangrai pula, hasilnya nanti bisa dihidangkan untuk si Nenek.
Kata para pembela si Nenek; si Nenek itu bukan tidak empati dan simpati terhadap kesusahan para wong cilik, tapi prihatin melihat para emak yang antri berpanas-panasan dan berhujan-hujanan hanya untuk mendapatkan minyak goreng.
Blunder, komunikasi politik yang tidak 'nyambung' nilai sejumlah pakar komunikasi politik. Si Nenek dianggap 'kelepasan' bisa di tengah kesulitan para wong cilik yang selama ini banyak menaruh simpati kepadanya. Perkataan si Nenek dinilai justru menambah 'panas' suasana ketimbang mencari solusi terkait mahalnya minyak goreng di negeri yang menjadi penghasil kelapa sawit terbesar di dunia ini.
Harusnya si Nenek kata para pengamat memerintahkan kepada para Kadernya agar mencari para mafia dibalik mahal dan langkanya minyak goreng, apalagi Sang Presiden adalah 'Petugas Partai' yang juga adalah kadernya sendiri.
"Tapi jangan disalahkan karena Mbak Mega nggak ngerti. Dia nggak punya ilmu untuk memahami itu. Dia nggak sekolah, dia nggak pernah jadi manusia biasa seperti anda. Dia nggak pernah bergaul di kampung-kampung, nggak pernah utang, nggak pernah ngerti sedihnya nggak bisa bayar sekolah. Sejak kecil beliau itu adalah anak Presiden di istana, jadi nggak ono ceritane Presiden utang nggak ono. Anda jangan tuntut Bu Mega untuk ngerti itu nggak ngerti kok, ojo diuring-uring," ungkap Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, yang sangat menohok. (©Red)
*Tulisan di atas mengacu dan berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers; Pers Nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.