Komnas HAM RI menindaklanjuti pengaduan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap almarhum Jurkani, S.H. ketika menjalankan tugasnya mengadvokasi penambangan tanpa izin (tambang ilegal) di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Melalui fungsi pemantauan, Komnas HAM RI memberikan pendapat pada perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan (Amicus Curiae).
Kewenangan tersebut didasarkan pada
ketentuan dalam Pasal 89 Ayat 3 (h) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Substansinya menyatakan bahwa Komnas HAM RI bertugas dan
berwenang melakukan "pemberian
pendapat berdasarkan persetujuan
Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut
terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian
pendapat Komnas HAM RI tersebut wajib
diberitahukan oleh hakim kepada para pihak".
Pemberian pendapat ini berdasarkan
data, fakta dan informasi yang diperoleh Komnas HAM Rl melalui serangkaian
kegiatan pemeriksaan dan penyelidikan. Berdasarkan hal tersebut, atas Kasus
Penyerangan terhadap Jurkani, Komnas HAM menyampaikan pendapat sebagai berikut:
- Peristiwa penyerangan yang mengakibatkan luka dan berujung kematian terhadap Jurkani kuat dilatarbelakangi oleh profesi Jurkani sebagai advokat yang mengungkap dan menghalangi praktik penambangan tanpa izin (tambang ilegal) terutama saat menjadi kuasa hukum PT Anzawara;
- Peristiwa penyerangan bukanlah akibat spontanitas pelaku maupun dipicu oleh kondisi pelaku yang berada dalam pengaruh minuman beralkohol namun penyerangan ini kuat bersifat serangan terpilih (targeted), terencana dan melibatkan lebih dari 10 orang pelaku dan menggunakan lebih dari satu mobil.
- Mobil pelaku utama penghadangan mobil triton putih DA 8279 ZA (mobil korban) adalah mobil fortuner hitam DK 1773 DQ bukan DA 7974 ZB sebagaimana bukti rekaman video dan keterangan saksi yang didapatkan oleh Komnas HAM;
- Serangan terhadap Jurkani yang berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan sebagaimana Pasal 5 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan bentuk serangan terhadap pembela HAM sebagaimana dijamin dalam Pasal 100 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
- Penyerangan yang menyebabkan luka terhadap Jurkani bentuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap hak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sebagaimana dijamin Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM;
- Penyerangan terhadap Jurkani merupakan upaya untuk merintangi penegakan hukum di lndonesia terutama terkait pemberantasan pertambangan ilegal sebagaimana dijamin dalam Pasal 108 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
- Penanganan perkara Jurkani masih menyisakan persoalan pada fakta-fakta seperti jumlah pelaku yang terlibat, motif pelaku, mobil pelaku, bukti video dan keterangan saksi. Persoalan ini dapat berpotensi menciderai semangat penegakan hukum dan rasa keadilan di masyarakat namun turut melanggar hak atas memperoleh keadilan dihadapan hukum bagi para korban dan saksi sebagaiman dijamin oleh konstitusi dalam Pasal 28D (1) UUD 1945 dan ditegaskan pada Pasal 3 Ayat (2), Pasal 5 dan Pasal 7 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM RI juga meminta Majelis
Hakim untuk melakukan pemeriksaan atau persidangan secara obyektif dan
mempertimbangkan fakta-fakta yang disampaikan oleh saksi-saksi. Majelis Hakim
seharusnya memastikan keluarga korban dan saksi mendapatkan putusan yang
memenuhi rasa keadilan sebagaimana yang diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan antara lain UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No.4 Tahun
2004 tentang Kekuasan Kehakiman, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
khususnya Pasal 3 Ayat (2), Pasal 5 dan Pasal 7.
Pemberian Pendapat Komnas HAM Rl
(Amicus Curiae) dalam perkara Nomor 268lPid.Bl2021lPN Bln tertuang dalam surat
nomor 063/AC-PMTllll2022 tertanggal 11 Februari 2022 yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri Batulicin cq Majelis Hakim Perkara.
Jakarta, 12 Februari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.