"Ijinkan aku mencium sebutir debu di ujung sepatumu," ujar Penyair D. Zawawi Imron mencontohkan begitu indahnya bahasa sastra digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta.
Budayawan yang dijuluki Si Celurit Emas itu kemarin menjadi pembicara pada Seminar Sastra memperingati Hari Pers Nasional yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Akses Universitas Sunan Giri, Surabaya.
Di usianya yang sudah 79 tahun, Zawawi tampil penuh semangat. Beberapa kali ia membacakan penggalan bait puisi-puisi karyanya termasuk puisi berjudul Ibu yang mengaduk-aduk hati para peserta seminar.
Penerima The S.E.A Write Award dari Kerajaan Thailand itu memotivasi para mahasiswa dan mahasiswi untuk menulis sastra.
"Sekarang ini banyak orang marah-marah tapi tidak ada isinya. Itu karena tidak memakai sastra," kata pengarang puisi berjudul Bulan Tertusuk Ilalang itu.
Ia menyarankan mahasiswa/mahasiswi untuk menulis puisi. Tidak harus langsung dipublikasikan. Terus diperbaiki dan disimpan saja. Mungkin 4 atau 5 tahun kemudian puisi itu menjadi lebih bermakna dan layak dipublikasikan.
Menurut Zawawi, inspirasi menulis puisi juga bisa dari mana saja. Ia pernah menulis puisi tentang cinta tanah air dengan mengambil inspirasi seorang gadis Ambon.
Ujarnya, seseorang akan lebih dikenang karena karya tulisnya.
"Siapa bisa melupakan Chairil Anwar. Suatu hari ini orang akan mengenang Dahlan Iskan karena tulisan-tulisannya yang mencerahkan," kata Zawawi pula.
Suatu hari; kata Zawawi, ia ditanya dari seluruh karya puisinya mana yang terbaik. Jawabannya cukup mengejutkan.
"Puisi terbaik saya adalah yang belum saya tulis," kata Budayawan asal Sumenep, Madura itu.
Seminar itu juga menghadirkan penulis Ihdina Sabili dan Direktur Utama Harian Disway, Tomy C. Gutomo. Selain untuk memperingati Hari Pers Nasional, seminar tersebut juga untuk memperingati hari lahir LPM Akses Unsuri yang ke 9 Tahun. (Reva Marliana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.