courtesy : riauone |
Masalah kesukuan di Indonesia ini diakui, sehingga pada administrasi yang menyangkut data diri seseorang tak jarang dan masih memuat kolom tentang suku yang biasanya didahului dengan; kewarganegaraan/suku.
Bicara masalah suku, Kalimantan sebagai pulau ke 3 terbesar di dunia setelah Papua dan Greenland; dihuni oleh sejumlah suku yang sejarah pun mencatat tak tahu pasti sejak kapan keberadaan suku-suku itu menghuni Pulau Kalimantan. Suku-suku di Pulau Kalimantan yang sangat dominan (pribumi, Red) antara lain Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Tidung dan Bulungan, namun 2 suku yang disebut terakhir ada yang menggolongkan sebagai bagian dari sub etnik Dayak.
Suku-suku yang disebutkan tersebut tak hanya mendiami Pulau Kalimantan yang sebagian besar menjadi wilayah kekuasaan Indonesia, tapi juga di wilayah kekuasaan Kerajaan Malaysia (Malaysia Bagian Timur) dan Kekuasaan Kerajaan Brunei. Jadi kalau beberapa waktu lalu ada seseorang yang menghina Kalimantan; maka ia sudah menghina 'orang Kalimantan' yang tidak saja yang berada di Indonesia tapi juga di Malaysia dan Brunei, karena di Pulau Kalimantan terdapat 3 penguasa yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei.
Yang sangat ironis adalah ada pihak yang memandang dan menganggap Suku Banjar adalah pendatang di Pulau Kalimantan. Seperti yang diucapkan oleh seorang orator dari satu Ormas di Kaltim saat berorasi di Simpang Lembuswana Samarinda pada Senin tanggal 24 Januari 2022; "..........sebab kami tidak pernah membeda-bedakan suku-suku Bugis, Banjar, Jawa, Madura, apapun suku kami menerima di Kalimantan Timur ini. Kami tidak pernah menolak suku apapun, anda saja yang bajingan, anda saja yang kurang ajar, anda sudah menghina kami."
Orasi yang menyebut 'Banjar' itu pun mendapat reaksi dari sejumlah kelompok, komunitas dan warga Suku Banjar, yang mana isi orasi itu seolah menganggap keberadaan Suku Banjar di Kalimantan sebagai pendatang seperti suku Bugis, Jawa dan Madura.
Pihak yang menyebut Suku Banjar dan menganggapnya sebagai 'pendatang'; mesti belajar sejarah secara benar supaya bisa mengenal siapa itu Lembu Amangkut (Lambung Mangkurat), Putri Junjung Buih, Sukmaraga, Patmaraga, Patih Masih, Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah), Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional), hingga ke KH Idham Chalid, Sa'adillah Mursyid, Taufik Effendi, Syamsul Mu'arif, Gusti M. Hatta, KH Hasan Basri, ZA Maulani dan Abdul Wahab Syharani (Mantan Gubernur Kaltim). (Red)
*Tulisan di atas mengacu dan berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers; Pers Nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Penulis : Imi Surya Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.