Editorial | Harusnya Semua Dapat bantuan, Covid-19 Bukan Mesin Seleksi - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Jumat, 03 September 2021

    Editorial | Harusnya Semua Dapat bantuan, Covid-19 Bukan Mesin Seleksi

    Pandemi Covid-19 belum juga berakhir sejak pertama kali menyerang seluruh dunia pada 2019 lalu. Kini sudah memasuki tahun ke 2. Pandemi yang berlarut-larut, tak tahu kapan berakhir dengan penanganan yang bermacam-macam dari mulai Prokes 5M, lockdown yang kemudian diganti dengan istilah Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlevel-level mirip di game online hingga vaksinasi.

    Tak sedikit orang mulai jenuh terhadap kondisi ini kalau tak disebut bosan bahkan muak. Apalagi dengan dampaknya membuat banyak orang kesulitan berusaha, yang berusaha pun terseok-seok bahkan ada yang sama sekali terhenti. Bantuan oleh pemerintah bagi yang terdampak pun tidak diberikan menyeluruh, hanya kepada penerima tertentu yang kriterianya pun tidak jelas, padahal semuanya terdampak pandemi tak pandang status sosial dan ekonomi.

    "Kapan kami juga dapat bantuan ? Kenapa kami tak pernah dapat bantuan ? Kok cuma mereka yang dapat ?

    Itulah pertanyaan-pertanyaan yang tak sedikit dilontarkan warga tatkala mengetahui ada yang memperoleh bantuan dari pemerintah.
    Mereka bertanya-tanya karena mereka memang berhak pula memperolehnya sebagai yang ikut terdampak pandemi, bukan bantuan hanya diberikan kepada orang-orang tertentu.

    Pandemi Covid-19 itu jelas bukan semacam mesin filter maupun mesin seleksi yang mengidentifikasi terlebih dulu calon korbannya. Misalkan Covid-19 hanya akan memangsa orang-orang miskin, atau cuma memilih korban orang kaya yang banyak duitnya; jelas bukan. Covid-19 akan menyerang siapa saja tak peduli apakah seseorang itu miskin, setengah miskin, separuh kaya, orang kaya-kayaan, orang kaya sungguhan, buruh kasar, karyawan, pegawai, pejabat, tua, muda, remaja, anak, bayi dan sebagainya.

    Sama halnya terkait bantuan kuota internet untuk pendidikan yang hanya diberikan kepada para pelajar dengan kriteria tertentu yang menguras kas negara trilyunan rupiah.

    Banyak orang yang memiliki anak sekolah bertanya-tanya kenapa mereka tak dapat bantuan kuota internet untuk pendidikan itu, padahal mereka merasa bukan orang kaya. Bukankah sekolah virtual ataupun secara daring memerlukan kuota internet yang dibeli secara periodik selain juga para orangtua harus mengeluarkan biaya untuk membeli peralatan sekolah dan lainnya ?

    Masa-masa yang sulit dan berat bagi siapa saja di saat pandemi Covid-19 yang entah kapan berakhir. Masa-masa dimana bantuan sosial untuk masyarakat pun senpat-sempatnya dikorup oleh Mantan Menteri Sosial RI. Ini kasus korupsi Bansos yang ketahuan, tak menutup kemungkinan terdapat yang sejenis dengan jumlah korupsi yang lebih kecil.

    Kondisi pandemi ini pun dibikin dan dibuat kesempatan bagi pihak yang berjiwa koruptif untuk mengambil keuntungan pribadi. Misalkan sebut saja Oknum Bupati Jember Jawa Timur yang mendapat honor dari menjadi Tim Pemakaman Covid-19.

    Ah sudahlah, apapun kondisi dan situasinya kini masyarakat cuma bisa berteriak menanyakan hak-haknya tapi semua kebijakan dan keputusan ada di tangan-tangan para decision maker (pembuat keputusan), tinggal mereka apakah ingat dengan bunyi Sila ke 5 dari Pancasila; "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia." (Red)

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...