Hal itu seperti diungkapkan Noor Ipansyah, SH, MH, Mantan Aktivis Tolak Tambang Pulau Laut yang kini adalah Advokad di Kotabaru
"Perjuangan sejak dulu, sejak awal tahun 2000-an menolak pertambangan batubara, namun saat ini pertambangan tersebut sudah memegang legalitas dan dibenarkan oleh UU," ujar Noor Ipansyah sambil mengenang ke 2 dekade silam.
Menurut Noor Ipansyah, saat ini munculnya gerakan menolak tambang di daratan Pulau Laut sah-sah saja, akan lebih bagus lagi muncul generasi-generasi penerus untuk melanjutkan kiprahnya dulu menolak tambang.
"Saya pribadi dengan beberpa rekan masih konsen dan masih sangat perihatin dengan aktivitas pertambangan di Pulau Laut yang sudah dilaksanakan ini. Mungkin kami akan tetap melakukan advokasi dengan cara lainnya, yang berfokus pada pelaksanaan sesuai ketentuan UU yang berlaku," ujar Noor Ipansyah.
Ada beberapa hal yang menjadi sorotan Noor Ipansyah terkait aktivitas pertambangan di daratan Pulau Laut saat ini antara lain;
Yang pertama, Kompensasi; komitmen Rp 700 milyar, yang masih belum jelas kapan akan direalisasikan, sejak sekitar 2015 dan saat ini sudah 2021. Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika (USD) semakin turun. Kalau Rp 700 Mlmilyar di tahun 2015 sama dengan USD 70 juta dengan kurs Rp 10.000. Dibanding saat ini kurs anggap saja Rp 15 ribu per USD 1, maka nilai Rp 700 milyar tersebut saat ini turun drastis hanya senilai USD 46 juta, artinya kewajiban atas komitmen tersebut sangat merugikan Kabupaten Kotabaru.
Yang kedua, Perlintasan Jalan Umum; crossing jalan yang diberikan ijin dispensasi sampai kapan. Sampai ada 2 kali dispensasi, yang pertama sudah habis, yang kedua sampai 5 april 2021. Kalau melihat batas akhir dispensasi yang kedua; pasti akan terbit lagi dispensasi ketiga dan seterusnya. Aneh, peraturan perundangan-undangan seperti jadi tidak berfungsi, aturan dianggap tidak ada, seperti seenaknya saja bikin aturan sendiri.
"NKRI ini Negara Hukum. Ada aturan yang harus dipatuhi. Pemprop harusnya tegas, masa dispensasi terus-terusan. Peraturan ditaruh dimana ? Peraturannya kan sudah jelas," Noor Ipansyah mempertanyakan.
Yang ketiga, Kejelasan Reklamasi; ini jangan sampai "lewat haja". Harus jelas bagaimana jadual dan tahapan reklamasinya. Jaminan Reklamasinya sudah disetor apa belum. Kalau sudah disetor kemana dan jumlahnyq berapa. Lalu bagaimana pengawasan pelaksanaannya, sebandingkah antara jaminan reklamasi dengan kerusakan lingkungan yglang ditimbulkan. Publik berhak untuk tahu informasi ini. Reklamasi yabg benar ini kewajiban perusahaan sesuai perintah UU.
"Sebagai warga Kotabaru, tidak boleh diam apabila suatu pelanggaran hukum terjadi walaupun itu dilakukan oleh perusahaan besar. Dan bagi warga yang bangunan rumahnya rusak akibat blasting/peledakan ataupun ada kegiatan tambang yang berdampak buruk bagi warga, baik secara individual maupun secara komunal, saya dan rekan-rekan Advokad lain pastinya siap mendampingi warga untuk menuntut ke perusahaan," tutup Noor Ipansyah. (Rel/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.