courtesy : infokomputer |
Entah apa yang merasuki pikiran para pengambil kebijakan dan keputusan di negeri ini terkait normalisasi kehidupan di masa pandemi COVID-19 ini.
Di awal dinyatakan pandemi melanda negeri; diberlakukan berbagai jenis pembatasan aktivitas hingga ada larangan untuk tidak keluar rumah kecuali benar-benar perlu dan penting itupun harus menggunakan peralatan pelindung.
Lalu ada istilah work from home. Nah istilah ini yang kurang jelas tempatnya dimana, maunya sih di rumah (house) tapi bisa saja orang kerjanya tidak di rumah tapi di kebun, di gudang, di pos, di tempat mana saja yang penting masih di wilayah negeri ini, hehehe........
Para anak sekolah pun diliburkan pergi ke sekolah fisik, diganti dengan belajar jarak jauh melalui sistem belajar virtual secara online; menggunakan teknologi komunikasi dan informatika, keren sih, tapi justru akhirnya dikeluhkan oleh para orangtua murid kalau tak ingin disebut memberatkan.
Generasi inilah yang paling keren sepanjang sejarah negeri ini merdeka. Sekolah tapi berada di rumah saja, menghadapi wahana canggih; belajar melalui video conference. Alih-alih bermaksud meringankan beban rakyat yang serba dibatasi untuk apa saja termasuk berusaha cari duit, justru tak sedikit orangtua murid secara tak langsung dipaksa untuk membeli perangkat canggih agar anaknya bisa mengikuti sistem pembelajaran secara online. Berapa banyak orangtua murid yang mulanya mereka cukup nyaman hanya dengan perangkat telekomunikasi berbasis java dan symbian yang akhirnya berubah harus membeli perangkat berbasis android dan sejenisnya. Ini semua dibeli dari duit yang sangat sulit didapat karena aktivitas perekonomian turut dibatasi.
Ada istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), juga social dan physical distancing, yang sebagian besar pembaca juga sudah tahu meski belum tentu paham bagaimana yang dimaksud oleh istilah itu semua.
Belakangan muncul istilah new normal; kewajaran baru, istilah yang juga membingungkan tak sedikit orang, seolah dari mulanya normal menjadi tidak normal tapi bukan kembali ke normal malah menciptakan normal yang baru, bingung kan yang baca kalimat ini (?) Hahaha..............
Kini, para pekerja kantoran sudah kembali berkerja ke kantor-kantor mereka. Pasar, mall, plaza, toko, swalayan, minimarket, kedai dan warung pun sudah banyak yang buka. Tempat ibadah yang dulunya pun dilarang untuk dibuka dan digunakan untuk orang banyak; sudah pula ramai dikunjungi meski dengan yang dikatakan protokol kesehatan. Tapi..................belajar di sekolah secara fisik tetap saja belum diperbolehkan; masih dilakukan di rumah.
Dengan masih belajar secara virtual dan online dari rumah, maka para orangtua murid harus tetap sabar sambil mengurut dada untuk tetap mengeluarkan biaya untuk membeli kuota internet, dan ini sangat membantu penjualan kuota internet para operator telpon seluler, semoga saja mereka meraup keuntungan besar dan tak ada istilah penjualan menurun apalagi rugi.
Okelah belajar masih tetap secara virtual dan online, tapi yang sangat menjengkelkan adalah para murid (terutama sekolah swasta) mereka tetap bayar SPP, dan tetap saja diharuskan membeli buku, sementara biaya kuota ditanggung sendiri oleh para orangtua murid bukan diberi cuma-cuma oleh pihak manapun yang sewajibnya adalah jadi tanggungjawab Pemerintah.
Entah pikiran apa lagi yang mesti merasuki para pengambil kebijakan dan keputusan di bidang pendidikan ini sehingga sekolah tetap belum dibuka seperti tempat kegiatan lainnya. Apakah menunggu sampai isi kocek para orangtua murid jadi bolong untuk beli kuota, bayar SPP dan tetap beli buku pelajaran anaknya ?
Sederhanakan saja dalam hal perlakuan di kegiatan belajar mengajar ini seperti lainnya; kalau yang lain bisa, maka untuk kegiatan di sekolah pun pasti bisa, karena para murid itu juga manusia. Jangan sampai dengan keterusan belajar secara virtual dan online ini nantinya mengubah pola pikir banyak orang bahwa sekolah secara fisik itu bukan lagi penting; seseorang cukup bisa menulis, membaca dan berhitung selanjutnya cukup belajar dari penyedia konten berbagai ilmu pengetahuan di internet (baca YouTube), atau mempercepat berdirinya sekolah virtual yang bisa diakses oleh siapa saja asalkan terdapat jaringan internet.
Ayo jelaskan kenapa sekolah belum juga dibuka. (ISP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.