ilustrasi : google |
"Saya cukup pakai ponsel ini saja sudah bisa komunikasi dan berguna untuk usaha jualan pulsa ponsel dan pulsa listrik (token, Red)," ungkap ibu itu sambil memperlihatkan ponselnya yang model jadul.
Menurut ibu itu pula, dengan memiliki ponsel pintar maka keperluannya dan biaya pun jadi bertambah, karena harus membeli pulsa cukup banyak untuk kuota internet yang dipakai untuk keperluan anaknya belajar secara virtual dan online, sedangkan pulsa itu harus ia beli dari kocek pribadi bukan diberikan gratis oleh pemerintah yang bikin kebijakan dan aturan.
Selain itu dengan adanya ponsel pintar di tangan, ibu tersebut lambat laun bisa tergoda untuk 'internetan' buka media sosial dan lainnya yang belum tentu bermanfaat untuk dirinya.
"Menambah pengeluaran saja dengan adanya aturan belajar virtual dan online ini. Beli pulsa untuk kuota internet, tapi tetap juga beli buku untuk panduan belajar, mestinya pemerintah yang bikin aturan itu yang memberikan kuota internet secara gratis, atau kembali belajar di sekolah seperti semula bagaimanapun caranya," ungkap ibu lainnya.
Pemerintah mestinya jauh-jauh hari sudah memikirkan bagaimana dengan aturan belajar secara virtual dan online itu tak memberatkan warga dan menambah beban pengeluaran sementara untuk cari duit pun ikut-ikutan sulit di masa pandemi COVID-19 ini.
Logikanya belajar secara virtual dan online ini mestinya di saat warga mudah memperoleh duit bukan malah pada kondisi sekarang dimana semua terkena dampak COVID-19 yang aktivitas serba dibatasi termasuk berusaha mencari nafkah.
"Kada kaduitan manukar kuota internet, makanya ini lagi bapikir handak mamasang wi-fi haja, sudah ngalih bacari duit," tutup ibu yang terpaksa harus membeli ponsel pintar. (ISP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.