Ilustrasi |
Misal saja terkait pelayanan listrik. Kita ketahui bersama pelayanan listrik di Indonesia hanya dikuasai oleh 1 pihak yakni BUMN yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menangani hajat hidup orang banyak itu yakni PT PLN Persero.
Monopoli pelayanan listrik ada di tangan PT PLN Persero sebagai tangan pemerintah untuk menguasai dan mengatur distribusi listrik di negeri ini. Gaya ekonomi sosialis yang diadopsi oleh Pemerintah untuk menjadi pesaing gaya kapitalis di sisi lain yang boleh bermain di sektor yang bukan menguasai hajat hidup orang banyak.
Karena bertindak sebagai 'monopolis' PT PLN otomatis tak memiliki saingan yang bisa menjadi pembanding pemberi pelayanan di bidang pelayanan penjual tenaga listrik, maka para konsumen tak punya pilihan lain.
Keluhan terhadap pelayanan listrik di negeri ini tentu saja banyak walaupun tak setiap keluhan muncul ke permukaan, karena kebanyakan para konsumen tak paham aturan ataupun karena merasa keluhannya belum tentu ditanggapi.
Di masa kondisi darurat COVID-19 ini tak sedikit keluhan yang tertahan dan terpendam yang kalaupun keluar hanya sebatas gumam dan omelan yang didengar oleh sesama konsumen. Misalkan saja tetap bayar pemakaian listrik sementara usaha tak bisa jalan normal seperti sebelum kondisi darurat COVID-19.
Keluhan masyarakat di Satui misalnya terkait tagihan pembayaran listrik terutama pada bulan lalu;
pembayaran yang dibebankan kepada pelanggan lebih besar dari pemakaian listrik pelanggan.
"Ketika dikonfirmasi ke pihak PLN ternyata pencatatan meteran tidak dilakukan dengan turun langsung karena alasan wabah COVID-19, jadi penghitungan pembayaran listrik berdasarkan rata-rata pemakaian bulan sebelumnya," ungkap seorang Tokoh Pemuda di Sungai Danau Kecamatan Satui.
Selain keluhan yang mungkin saja merupakan keinginan konsumen adalah toleransi pembayaran rekening penerangan dalam konteks pandemi COVID-19 terhadap para konsumen sehingga tak ada pemutusan aliran listrik oleh pihak PT PLN dikarenakan banyak diantara para konsumen tak bisa bayar listrik secara normal diakibatkan usaha mereka yang terhenti ataupun tak bisa berjalan normal.
Pihak PT PLN Persero yang dalam hal ini mewakili Pemerintah dalam melayani rakyatnya; seyogianya membuat kebijakan yang populis berpihak kepada rakyat dikarenakan modal dan kepemilikan BUMN itu jelas-jelas dari kocek rakyat dan harus dikembalikan pula untuk kepentingan rakyat yang nota bene adalah para konsumen.
Alasan rugi untuk kepentingan melayani rakyat bukanlah alasan yang dapat diterima begitu saja. Bukankah tugas negara dan pemerintahan adalah untuk kenyamanan dan kesejahteraan rakyatnya meskipun harus menanggung kerugian. Karena ini berbanding lurus dengan tindakan negara dan pemerintahannya yang misalkan berhutang kepada pihak lain yang alasan logisnya adalah juga untuk demi rakyatnya (?)
Melalui tulisan editorial inilah cara kami di media ini untuk menyampaikan kritik yang konstruktif, jangan dianggap menghujat. Kritik ini merupakan bukti kecintaan kami terhadap negeri ini, agar selalu mengedepankan Sila ke 5 "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Kita semua berharap pihak yang terkait dengan pelayanan listrik ini bersikap akomodatif dan responsif dalam menyikapi kepentingan hajat hidup orang banyak. Tidak bersikap dan bergaya kapitalis yang hanya memikirkan dan memperhitungkan sisi keuntungan saja tanpa menghiraukan sisi sosial. (ISP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.