2 jempol pantas diacungkan untuk Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Kotabaru yang peduli terhadap warga terdampak COVID-19 di daerahnya. Mereka tak cuma berwacana tapi membuktikannya secara nyata kalau bantuan itu bukan cuma sekedar gagasan muluk dan menarik di media sosial namun diwujudkan di dunia nyata bukan dunia maya.
"Lebih baik makan singkong tapi nyata daripada makan pizza tapi dalam khayalan dan mimpi."
Adagium yang dirasa pas untuk para warga yang terdampak COVID-19 siapa pun mereka. Terlalu banyak media sosial terutama Facebook yang menanggung keluhan warga yang tak memperoleh bantuan, atau bantuan yang salah sasaran justru diberikan kepada yang tak berhak mendapatkannya.
Langkah MRI Kotabaru membantu warga yang terdampak COVID-19 mungkin tak sebesar nilai yang diberikan Pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun mereka setidaknya tak menyulitkan warga yang menerimanya; tak usah membawa persyaratan tetek bengek seperti KTP dan KK. Para Relawan di MRI langsung ke sasaran.
Kita mesti belajar dari MRI Kotabaru ini; memberikan bantuan tanpa menpersulit warga penerimanya. Langkah ini tidaklah terlalu salah jika ditiru oleh Pemerintah yang banyak memiliki jaringan hingga ke tingkat RT.
"Kami tak mendapatkan bantuan apapun namanya yang digelontorkan oleh Pemerintah. Yang dapat justru yang sebenarnya bukan termasuk penerima bantuan."
Kalimat yang banyak terdengar baik oleh kuping langsung maupun yang terbaca di media sosial. Kenapa ? Bukankah Pemerintah sudah menganggarkan dan menggelontorkan bantuan kemana-mana untuk rakyatnya yang dianggap miskin, kurang mampu dan sejenisnya ?
Bantuan salah sasaran atau kurang tepat sasaran ?
Boleh jadi demikian. Itu dikarenakan oleh data-data yang ada pada Pemerintah tidak update alias tak terbarukan. Data yang sudah kadaluwarsa alias data expired, karena kondisi di masyarakat yang berubah dinamis. Dulunya mungkin saja seaseorang tergolong miskin dan kurang mampu setahun lalu tapi kini kehidupan ekonominya telah meningkat dan berubah ke strata ekonomi menengah, namun data yang terdapat pada Pemerintah belum berubah sehingga seseorang itu tetap terdaftar sebagai warga miskin dan kurang mampu yang berhak menerima bantuan.
Disamping itu dikarenakan kondisi yang juga berubah, misalnya kondisi darurat COVID-19 ini membuat tak sedikit orang yang kehilangan mata penacarian dan pekerjaan; yang artinya warga miskin dan kurang mampu baru menjadi bertambah, dan celakanya mereka semua belum terdaftar di data milik Pemerintah.
Dengan kondisi demikian itu Pemerintah mestinya bergerak secepat serangan COVID-19 untuk melakukan pendataan ulang terhadap warga miskin dan kurang mampu baru bukan berpegang pada data-data lama yang sudah kadaluwarsa itu.
Akhirnya semua kembali kepada yang namanya keinginan dan good will Pemerintah yang memiliki banyak alat atau aparatur untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada seluruh rakyat. Pemerintah mesti menggerakkan roda pelayanan dari tingkat paling bawah yakni Ketua RT hingga ke paling atas. Ini semua demi yang namanya 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Jangan menunggu rakyat berteriak karena merasa kurang atau tidak mendapat perhatian. Tak perlu muluk-muluk seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab, namun setidaknya para pemegang kebijakan berbuat untuk membuat nyaman rakyatnya; memberikan bantuan tapi juga tak mempersulitnya.
"Kita ini kemungkinan bukan mati dikarenakan COVID-19 tapi oleh karena kelaparan dan sakit hati karena tak mendapat bantuan."
Bravo untuk para relawan di MRI Kotabaru, berbuat kebaikan tidak harus melakukan hal besar tapi hal yang tampak kecil tapi bantuan itu tepat sasaran dan di waktu yang tepat pula. (Red)
"Lebih baik makan singkong tapi nyata daripada makan pizza tapi dalam khayalan dan mimpi."
Adagium yang dirasa pas untuk para warga yang terdampak COVID-19 siapa pun mereka. Terlalu banyak media sosial terutama Facebook yang menanggung keluhan warga yang tak memperoleh bantuan, atau bantuan yang salah sasaran justru diberikan kepada yang tak berhak mendapatkannya.
Langkah MRI Kotabaru membantu warga yang terdampak COVID-19 mungkin tak sebesar nilai yang diberikan Pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun mereka setidaknya tak menyulitkan warga yang menerimanya; tak usah membawa persyaratan tetek bengek seperti KTP dan KK. Para Relawan di MRI langsung ke sasaran.
Kita mesti belajar dari MRI Kotabaru ini; memberikan bantuan tanpa menpersulit warga penerimanya. Langkah ini tidaklah terlalu salah jika ditiru oleh Pemerintah yang banyak memiliki jaringan hingga ke tingkat RT.
"Kami tak mendapatkan bantuan apapun namanya yang digelontorkan oleh Pemerintah. Yang dapat justru yang sebenarnya bukan termasuk penerima bantuan."
Kalimat yang banyak terdengar baik oleh kuping langsung maupun yang terbaca di media sosial. Kenapa ? Bukankah Pemerintah sudah menganggarkan dan menggelontorkan bantuan kemana-mana untuk rakyatnya yang dianggap miskin, kurang mampu dan sejenisnya ?
Bantuan salah sasaran atau kurang tepat sasaran ?
Boleh jadi demikian. Itu dikarenakan oleh data-data yang ada pada Pemerintah tidak update alias tak terbarukan. Data yang sudah kadaluwarsa alias data expired, karena kondisi di masyarakat yang berubah dinamis. Dulunya mungkin saja seaseorang tergolong miskin dan kurang mampu setahun lalu tapi kini kehidupan ekonominya telah meningkat dan berubah ke strata ekonomi menengah, namun data yang terdapat pada Pemerintah belum berubah sehingga seseorang itu tetap terdaftar sebagai warga miskin dan kurang mampu yang berhak menerima bantuan.
Disamping itu dikarenakan kondisi yang juga berubah, misalnya kondisi darurat COVID-19 ini membuat tak sedikit orang yang kehilangan mata penacarian dan pekerjaan; yang artinya warga miskin dan kurang mampu baru menjadi bertambah, dan celakanya mereka semua belum terdaftar di data milik Pemerintah.
Dengan kondisi demikian itu Pemerintah mestinya bergerak secepat serangan COVID-19 untuk melakukan pendataan ulang terhadap warga miskin dan kurang mampu baru bukan berpegang pada data-data lama yang sudah kadaluwarsa itu.
Akhirnya semua kembali kepada yang namanya keinginan dan good will Pemerintah yang memiliki banyak alat atau aparatur untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada seluruh rakyat. Pemerintah mesti menggerakkan roda pelayanan dari tingkat paling bawah yakni Ketua RT hingga ke paling atas. Ini semua demi yang namanya 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Jangan menunggu rakyat berteriak karena merasa kurang atau tidak mendapat perhatian. Tak perlu muluk-muluk seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab, namun setidaknya para pemegang kebijakan berbuat untuk membuat nyaman rakyatnya; memberikan bantuan tapi juga tak mempersulitnya.
"Kita ini kemungkinan bukan mati dikarenakan COVID-19 tapi oleh karena kelaparan dan sakit hati karena tak mendapat bantuan."
Bravo untuk para relawan di MRI Kotabaru, berbuat kebaikan tidak harus melakukan hal besar tapi hal yang tampak kecil tapi bantuan itu tepat sasaran dan di waktu yang tepat pula. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.