ilustrasi |
Tradisi tersebut catatan sejarah telah dimulai di Mesir lebih dari 200 tahun yang lalu, ketika negara itu diperintah oleh penguasa Ottoman, Khosh Qadam. Saat menguji meriam baru saat matahari terbenam, Qadam secara tidak sengaja menembakkannya, dan suara yang bergema di seluruh Kairo mendorong banyak warga sipil untuk menganggap bahwa ini adalah cara baru untuk menandai waktu berbuka puasa. Banyak yang berterimakasih kepadanya atas inovasinya, dan putrinya, Haja Fatma, mendesaknya untuk menjadikan ini tradisi.
Praktik ini menyebar ke banyak negara di Timur Tengah termasuk Lebanon, dimana populasi penganut Kristiani lebih dari 40 persen. Tradisi ini sempat dikuatirkan akan hilang pada tahun 1983 setelah invasi yang menyebabkan penyitaan beberapa meriam karena digolongkan dan dianggap senjata. Tapi itu dihidupkan kembali oleh Tentara Lebanon setelah perang dan berlanjut hingga hari ini, membangkitkan nostalgia di kalangan generasi yang lebih tua yang dapat mengingat Ramadhan di masa kecil mereka.
Berbeda dengan di Indonesia, kebanyakan daerah menandai waktu berbuka puasa dengan bunyi sirine di tempat ibadah baik mesjid, surau maupun mushala. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.