Tak semua orang tampaknya kuatir dan takut terhadap pandemi COVID-19 yang diisukan sangat ganas itu seperti yang digambarkan dan ditayangkan banyak media saat menyerang Wuhan China pertama kali.
Tak sedikit orang mulai apriori dan meragukan keganasan jenis virus yang konon pertama kali dideteksi menyerang pada ayam di tahun 1930. Apalagi yang diinfornasikan mati karena COVID-19 itu layaknya terserang penyakit biasa kebanyakan tak seperti yang digambarkan menyerang warga Wuhan.
Warga pun kini mulai berpikir 'santai' dalam menghadapi virus tersebut sambil tetap berusaha mencegahnya menggunakan prosedur kesehatan seadanya yakni kebanyakan cuma pakai masker.
Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, hal yang sangat menyentuh warga muslim Indonesia adalah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah (wajib) yakni shalat; yang dianjurkan (diimbau) agar tak berjamaah dengan alasan physical distancing untuk memutus rantai penyebaran virus.
Imbauan tersebut menimbulkan reaksi cukup keras dari warga muslim di seluruh wilayah Indonesia. Reaksi tentu bukan tanpa sebab, karena tempat ibadah itu dianggap tempat yang sangat bersih daripada fasilitas umum lainnya.
"Fasilitas umum seperti pasar, mall dan lainnya dibiarkan tetap buka, dimana disana berkumpul orang banyak, kenapa justru di tempat ibadah malah diimbau agar tak mengumpul orang banyak (jamaah)," ungkap banyak orang baik langsung maupun di berbagai jenis media sosial.
Ungkapan reaksi warga itupun tak sedikit yang meng-counter, "pasar dan mall itu kan tempat orang mencari penghidupan. Bagaimana kalau ikut ditutup, maka orang akan kesulitan memenuhi hajat hidupnya terkait makan dan minum."
Terdapat pula warga yang skeptis terhadap isu virus tersebut meski pemerintah terus merilis jumlah korban dan yang terpapar dan terdampak.
"Mati itu haknya Tuhan. Mati karena penyakit itu adalah cara atau jalan Tuhan untuk mematikan seseorang, kalau memang takdirnya mati karena Corona maka tak dapat dihindari," kata sebagian warga yang mulai bosan oleh bombardir informasi tentang COVID-19.
"Kalau memang virus itu ada dan dideteksi menyerang saluran pernafasan, kenapa yang diserang cuma makhluk jenis manusia saja, kenapa tak menyerang makhluk hidup lainnya yang juga memiliki saluran pernafasan ?"
Itu pertanyaan yang wajar dan logis kalau tak ingin disebut ilmiah, karena hewan seperti kucing, anjing, ayam, bebek, kambing, kerbau, sapi dan lainnya juga bernafas, namun mereka bebas berkeliaran tanpa diperlengkapi Alat Pelindung Diri (APD) layaknya manusia. Padahal tak menutup kemungkinan hewan-hewan itu bisa menjadi carrier ataupun transformer terhadap manusia yang hidupnya berdampingan.
"Kami tak menganggap virus itu sepele atau meremehkannya. Kami bukan pasrah menanti takdir, masih pakai masker, tapi tak takut secara berlebihan, karena tak ingin secara psikologis kami tertekan dan mempengaruhi imunitas tubuh. Orang stres kebanyakan rentan terhadap penyakit apapun tak cuma terhadap Corona."
Ungkapan lain dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang juga terdapat pada tak sedikit warga. Sehingga terdapat diantaranya yang tetap melaksanakan ibadah shalat secara berjamaah meskipun secara diam-diam di tempat ibadah tertentu.
"Kami setiap malam tetap saja shalat tarawih berjamaah di mesjid, tapi tak menggunakan speaker seperti biasanya," ungkap beberapa warga di Simpang Empat Tanah Bumbu.
Perihal adanya mesjid yang melaksanakan shalat tarawih di Tanah Bumbu ini terdapat di beberapa tempat. Penelusuran Kru Media ini terdapat di kawasan Kecamatan Simpang Empat.
"Tak ada larangan ibadah berjamaah, yang ada adalah imbauan, jadi apakah mau mematuhi imbauan atau tidak maka tak ada masalah," ungkap beberapa warga.
Kondisi pandemi COVID-19 ini sudah berlarut-larut; menimbulkan banyak dampak sosial menyangkut hajat hidup banyak orang terutama berbagai bantuan sosial terhadap warga yang terpapar dan terdampak. Isu yang dapat terdengar dan terbaca setiap hari tak bergeser dari soal COVID-19 dan berbagai bantuan sosial. Halaman media sosial kebanyakan mengulas masalah tersebut, ditambah oleh pemberitaan media arus utama, makin membuat gaduh dimana saja.
Menurut Presiden RI, Joko Widodo (Kompas, 15 Mei 2020), masyarakat harus berkompromi dengan COVID-19, bisa
berdampingan dan berdamai. Karena, sambung Presiden Joko Widodo, informasi
terakhir dari WHO, meskipun kurva sudah melanai, atau menjadi kurang
tetapi virus ini tidak akan hilang.
Sikap skeptis terhadap pandemi COVID-19 ini pun mencuat dengan tanda pagar media sosial (tagar) #IndonesiaTerserah, dan kami perkirakan sikap skeptis itu akan bergeser ke sikap apatis, karena warga yang mulanya takut berevolusi menjadi berani dan melawan, seperti ungkapan dalam bahasa Banjar, "katuhukan takutan kalawasan jadi wani." (ISP)
Sikap skeptis terhadap pandemi COVID-19 ini pun mencuat dengan tanda pagar media sosial (tagar) #IndonesiaTerserah, dan kami perkirakan sikap skeptis itu akan bergeser ke sikap apatis, karena warga yang mulanya takut berevolusi menjadi berani dan melawan, seperti ungkapan dalam bahasa Banjar, "katuhukan takutan kalawasan jadi wani." (ISP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.