Di tahun 2020 beberapa daerah di Kalsel terutama Tanah Bumbu dan Kotabaru akan mengadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yakni Bupati dan Wakilnya.
Jika bicara soal Kepala Daerah Kabupaten sudah pasti sepasang; Bupati dan Wakil Bupati. Namun yang namanya Kepala Daerah diibaratkan kepala maka berarti Bupati, sedangkan Wakil Bupati hanyalah bagian ekor kalau tak ingin cuma sebagai serep atau ibarat ban pengganti jika terdapat diantara ban yang kempes atau rusak.
Bupati sudah pasti memiliki wewenang yang tak dimiliki oleh seorang Wakil Bupati, misalkan Bupati dapat mengeluarkan peraturan dan keputusan untuk bisa dilaksanakan dalam menjalankan roda pemerintahan sedangkan Wakil Bupati sama sekali tak memiliki wewenang sama seperti Bupati terkecuali hanya berbagi peran dan menjadi peran pengganti melaksanakan pekerjaan Bupati tanpa memiliki keputusan sendiri sebagai decision maker (pembuat keputusan).
Melihat kondisi seperti itu seyogianya jabatan Wakil Bupati ini mestilah ditiadakan atau dihapus saja; seperti Bupati di jaman Orde Baru yang tak memiliki Wakil. Karena mana Bupati di era reformasi ini sudah cukup memiliki pembantu antara lain Sekretaris Daerah; yang menangani urusan dapur pemerintahan. Kemudian terdapat Asisten I, Asisten II dan Asisten III yang masing-masing membawahi bidang. Masih terdapat Staf Ahli Bupati, ditambah beberapa Staf Khusus, yang kesemuanya sudah cukup untuk membantu seorang Bupati melaksanakan roda pemerintahan.
Keberadaan Wakil Bupati menjadi tak begitu penting dengan keberadaan semua elemen tersebut, yang mana Wakil Bupati kebanyakan akhirnya justru terjebak ke dalam rutinitas formalitas belaka tanpa bisa memberikan keputusan apapun.
Hanya saja seorang Wakil Bupati sebelum ia terpilih lebih kepada menjadi semacam vote getter (peraih suara) bagi Calon Bupati pasangannya saat Pilkada, karena antara Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati masing-masing memiliki basis pemilih yang akan mengantarkan mereka menang sebagai Kepala Daerah. Selanjtnya setelah terpilih, ya seperti yang digambarkan pada ilustrasi di atas. Maka posisi Wakil Bupati ini sebaiknya ditiadakan saja daripada antara Bupati dan Wakilnya saling berebut peran dan seolah ada 2 matahari yang berlomba ingin menyinari seluruh warganya, yang ujung-ujungnya malah terjadi konflik internal diantara keduanya seperti yang sempat terjadi di Kabupaten Kotabaru, dan tak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah lainnya di Indonesia. (Red)
Jika bicara soal Kepala Daerah Kabupaten sudah pasti sepasang; Bupati dan Wakil Bupati. Namun yang namanya Kepala Daerah diibaratkan kepala maka berarti Bupati, sedangkan Wakil Bupati hanyalah bagian ekor kalau tak ingin cuma sebagai serep atau ibarat ban pengganti jika terdapat diantara ban yang kempes atau rusak.
Bupati sudah pasti memiliki wewenang yang tak dimiliki oleh seorang Wakil Bupati, misalkan Bupati dapat mengeluarkan peraturan dan keputusan untuk bisa dilaksanakan dalam menjalankan roda pemerintahan sedangkan Wakil Bupati sama sekali tak memiliki wewenang sama seperti Bupati terkecuali hanya berbagi peran dan menjadi peran pengganti melaksanakan pekerjaan Bupati tanpa memiliki keputusan sendiri sebagai decision maker (pembuat keputusan).
Melihat kondisi seperti itu seyogianya jabatan Wakil Bupati ini mestilah ditiadakan atau dihapus saja; seperti Bupati di jaman Orde Baru yang tak memiliki Wakil. Karena mana Bupati di era reformasi ini sudah cukup memiliki pembantu antara lain Sekretaris Daerah; yang menangani urusan dapur pemerintahan. Kemudian terdapat Asisten I, Asisten II dan Asisten III yang masing-masing membawahi bidang. Masih terdapat Staf Ahli Bupati, ditambah beberapa Staf Khusus, yang kesemuanya sudah cukup untuk membantu seorang Bupati melaksanakan roda pemerintahan.
Keberadaan Wakil Bupati menjadi tak begitu penting dengan keberadaan semua elemen tersebut, yang mana Wakil Bupati kebanyakan akhirnya justru terjebak ke dalam rutinitas formalitas belaka tanpa bisa memberikan keputusan apapun.
Hanya saja seorang Wakil Bupati sebelum ia terpilih lebih kepada menjadi semacam vote getter (peraih suara) bagi Calon Bupati pasangannya saat Pilkada, karena antara Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati masing-masing memiliki basis pemilih yang akan mengantarkan mereka menang sebagai Kepala Daerah. Selanjtnya setelah terpilih, ya seperti yang digambarkan pada ilustrasi di atas. Maka posisi Wakil Bupati ini sebaiknya ditiadakan saja daripada antara Bupati dan Wakilnya saling berebut peran dan seolah ada 2 matahari yang berlomba ingin menyinari seluruh warganya, yang ujung-ujungnya malah terjadi konflik internal diantara keduanya seperti yang sempat terjadi di Kabupaten Kotabaru, dan tak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah lainnya di Indonesia. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.