[Infokus] Bagi Para Penerus Bangsa, Jangan Pernah Berkata Tidak - Jurnalisia™

  • Jurnalisia™

    Mengusung Kearifan Lokal

    Jurnalisia™

    Sumber Data Cuaca: https://cuacalab.id

    Senin, 16 Januari 2017

    [Infokus] Bagi Para Penerus Bangsa, Jangan Pernah Berkata Tidak

    Penulis,
    Happy Syafaat Sidiq.

    "Dengan membaca engkau akan mengenal dunia dan dengan menulis engkau akan dikenal dunia." 

    Itulah pameo yang biasa digunakan bagi buruh yang berkutat dalam dunia tarik pena. Ia mengerti  bahwa tak ada yang bisa diandalkan selain apa yang ada dalam dirinya sendiri. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah dirinya. 

    Dirinya bukan ayahnya, dirinya bukan ibunya, dan dirinya bukan jabatan atau pangkatnya. Dirinya adalah “ia” dan dirinya ada adalah dengan suatu karya. 

    Menulis memang dan bahkan sulit, berat dan memekikkan. Ia terkesan sedemikian hingga karena ia kerap menjadi momok bagi si tuan pena. Biasanya ia bingung tentang apa yang harus ia tulis. Ia merasa kepalanya hanya ruang hampa yang memenjarakan kata-kata. Ia tak tahu ke arah mana penanya harus ia lecutkan. Dengan gaya yang bagaimana ia menyampaikan gerutunya. Dengan pola yang seperti apa ia harus merangkai kalimat per kalimatnya. Itulah yang kerap kali terngiang dalam setiap benak penulis sehingga ia tidak sesegera mungkin memuncratkan tinta hitamnya.

    Kepala plontos tanpa sehelai rambut menengadahkan wajahnya ke langit. Ia menatap penuh harap bentang khatulistiwa yang menghampar luas di atasnya. Sesekali ia nampak cemas dengan kerutan yang mulaii muncul di keningnya. Ia murung. "ada apa denganmu?", tanya teman disampingnya. “Kamu sedang memikirkan sesuatu?, lanjutnya. ”Apa yang kamu pikirkan, kamu bingung?”, desaknya lagi. 

    Memang, inspirasi tak dapat dipaksakan tapi dapat diusahakan. Menulis salah satunya, ia terwujud karena ada suatu inspirasi. Ada suplemen yang membangkitkan gairah agar bisa mengacungkan pena. Membaca buku misalnya, selain ia memberikan pengetahuan, ia juga dapat menginspirasi lewat pesan yang dikandungnya. Hal yang paling mudah untuk menimbulkan suatu inspirasi adalah apa yang berada di sekitar kita Seremeh apapun itu,  Anda dapat membangunnya.

    Biasanya seseorang ragu hanya untuk sekedar membuka tulisan. Ia bingung dengan kata yang seperti apa ia harus memulainya. Dengan kalimat yang seperti apa ia harus menyapanya. Dan dengan pola yang seperti apa ia harus mengawalinya. Itulah yang biasanya menakut-nakuti seorang penulis hingga tak lekas menggoreskan penanya. Ia bingung, ia bimbang, ia ragu dan akhirnya tak sepatah kata pun bersarang di lembaran kertas putihnya. Itulah kecenderungan yang menghantui, bahkan bagi seorang penulis profesional sekalipun. 

    Al-Qur’an mengajarkan bagaimana seharusnya seseorang harus berperilaku lewat kandungan makna tersuratnya, tapi ia juga mengajarkan kita bagaimana menghadapi sebuah persoalan lewat metode dan tekstur untaian kalimat tersiratnya. Seperti yang Anda ketahui, Al-Quran tak pernah sekalipun ragu mengawali sebuah Surat dengan kata-kata yang mengejutkan. Ia langsung saja menyapa, misalnya dengan yaasiin, nuun, alif laam miim dengan tanpa ragu sedikitpun. Ia mantap menjadikannya sebagai kata pertama. Dalam surah Al Alaq diawali dengan kata iqra’ (bacalah) yang mengindikasikan bahwasanya surah yg diturunkan pada malam Nuzulul Qur’an jelas menerangkan tentang pendidikan, yaitu membaca. Dari membaca kita akan mengetahui apa-apa yang belum terjamah oleh otak kita lantas dituangkan dalam bentuk tulisan.

    Di negara kita budaya menulis masih dapat dibilang kurang, mengapa ? karena kita tak mengawalinya sejak dini. Atau bahkan asing bagi kita, terkadang seseorang dapat mengekspresikan pikirannya melalui dialog, musyawarah dan lain sebagainya tetapi tidak menulis. Hemat penulis disini mengajak para generasi penerus bangsa betapa pentingnya menulis. Betapa tidak, para anak muda kini terhipnotis oleh imperialis bernama handphone yang terjadi dewasa ini. Sungguh miris, anak muda tidak bisa meninggalkan handphone lebih dari delapan belas jam. Coba bayangkan bila dalam waktu delapan belas jam itu digunakan untuk menulis , betapa hebat negeri ini bila para generasi penerusnya seperti itu.

    Dan untuk yang terakhir kalinya, dengan menulis berarti Anda melawan lupa. Sebuah tulisan akan abadi dalam memori sejarah. Tak akan pernah habis meskipun sejarah hanya menjadi sejarah. Ia akan tetap ada karena ia adalah sebuah karya. Sebuah karya yang dunia akan mengenalnya, mengakuinya dan mengaguminya. Buktikan bila Anda mampu dikenal dunia dan makhluk seisinya. Mari menulis dan melawan lupa.



    *Tulisan tersebut diatas sudah melalui proses penyuntingan sesuai penulisan kaidah Bahasa Indonesia tanpa mengubah maksud sedikit pun. (Red)




    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentarmu adalah gambaran isi kepalamu, maka diam lebih bijak daripada sok tahu.

    Beranda

    ... ...